Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Mangan Indonesia (Aspemindo) menghitung kebutuhan bijih mangan untuk pabrik pemurnian (smelter) yakni PT Indotama Ferro Alloys dan PT Century Metalindo mencapai sekitar 144.000 ton pada tahun 2014 ini. Tapi, pasokan itu sulit didapatkan karena produksi mangan saat ini masih rendah.
Saleh A Rais, Sekretaris Jenderal Aspemindo mengatakan, meskipun pemerintah membolehkan ekspor konsentrat mangan hingga 2017, Aspemindo mengutamakan memasok produksi untuk smelter di dalam negeri. Pasalnya, pasar bijih mangan di dalam negeri tinggi sekali sehingga izin usaha pertambangan (IUP) tidak perlu ekspor.
Ia memberikan gambaran, untuk Indotama dan Century saja, masing-masing membutuhkan mangan sekitar 6.000 ton per bulan. Alhasil, per tahun kebutuhannya mencapai 144.000 ton. Ekspor tak diperlukan karena harga jual mangan di dalam negeri juga mengikuti perkembangan harga jual di pasar ekspor. Saat ini, harga logam mangan masih tetap stabil sekitar US$ 2.350 per ton.
Apalagi produksi mangan nasional terus menurun. Sebagai gambaran, pada tahun 2010, produksi dan ekspor bijih mangan mencapai 231.035 ton, sedangkan pada tahun 2013 lalu produksi menyusut menjadi 4.412 ton. Sementara jumlah IUP produksi sejumlah 79 perusahaan.
Menurut Saleh, penurunan produksi terjadi lantaran kondisi pertambangan serta adanya beban pungutan bea ekspor yang sudah dilakukan sejak 2012 lalu untuk ekspor bijih mangan. "Kami berupaya untuk meningkatkan produksi bijih agar permintaan domestik sehingga kebutuhan dua smelter yang sudah beroperasi bisa terpenuhi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News