Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengelolaan pusat perbelanjaan dan tenant menghadapi situasi tersulit akibat tekanan pandemi covid-19 yang semakin berat. Ditambah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak awal pandemi covid-19 yang berdampak pada hilangnya pendapatan yang membuat mereka berada di titik nadir.
Oleh sebab itu, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta bantuan langsung kepada Pemerintah agar tetap bertahan menjalankan bisnisnya di tengah kondisi sulit akibat Pandemi Covid-19. Sebab, jika industri pusat perbelanjaan atau mal mengalami kebangkrutan akan kesulitan bagi mereka untuk bangkit kembali.
Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2020 menjadi minus 2,9% hingga 1,1%. Artinya, kontraksi lebih dalam dari proyeksi sebelumnya menjadi minus 2,1% hingga 0%.
Sementara secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2020 akan berada pada kisaran minus 1,7% hingga minus 0,6% dari sebelumnya minus 1,1% hingga 0,2%.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyatakan bahwa bagi pelaku usaha pusat perbelanjaan telah merasakan resesi ekonomi dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini seiring dengan pembatasan yang terjadi hingga mempengaruhi bisnis mereka.
"Sebetulnya buat kami, resesi sudah dirasakan dari beberapa bulan lalu, jika diumumkan resesi itu memang cuma akumulasi saja. Namun, yang perlu diperhatikan bagaimana pemerintah dapat mempersingkat mungkin resesi ini tidak berkepanjangan. Itu yang harus dilakukan pemerintah," kata Alphonzus dalam konferensi virtual, Senin (28/9).
Baca Juga: PSBB kembali membebani kinerja Mitra Adiperkasa (MAPI) pada sisa tahun ini
Ia menjelaskan bahwa pihaknya saat ini sangat butuh bantuan yang bersifat langsung terhadap ongkos operasional pusat perbelanjaan yang didominasi untuk membayar karyawan. Subsidi 50% pembayaran upah agar ditanggung Pemerintah telah diusulkan. "Pemerintah bisa bantu gaji 50% dan pengusaha 50% sehingga karyawan bisa tetap dapat gaji sebesar 100%," ujar Alphonzus.
Menurut Alphonzus, subsidi gaji Rp 600 ribu selama empat bulan yang telah disalurkan Pemerintah belum cukup mengurangi beban pengelola mal hingga akhir dari penanganan wabah. Omzet penjualan barang dan kedatangan pengunjung turun drastis sejak kemunculan wabah dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) enam bulan silam.
"Masalah saat ini di industri ritel atau pusat perbelanjaan itu alami defisit besar. Sejak Maret diumumkan covid-19 di Indonesia tingkat kunjungan langsung drop hingga saat ini," tuturnya.
Selain subsidi gaji 50%, pengelola mal juga meminta beragam pajak ditiadakan untuk sementara. Bantuan langsung yang diminta APPBI ada tiga jenis yakni, pembebasan Pajak Penghasilan (PPH) dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kedua, APPBI meminta kepada Pemda untuk pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pembebasan pajak reklame, dan pembebasan parkir.
Bantuan tersebut sedikitnya bisa sangat membantu menekan PHK mengingat kewajiban penerapan protokol kesehatan yang telah membatasi ruang gerak kegiatan usaha. "Akhir bulan ini sudah resesi ekonomi sehingga Pemerintah bisa respons kebijakan untuk industri ritel dan pusat perbelanjaan," katanya.
Baca Juga: Buyung Poetra Sembada (HOKI) fokus tingkatkan margin dan kapasitas produksi
Alphonz menjelaskan, meski mal ditutup atau tidak beroperasi secara penuh, pengusaha diminta untuk membayar hal itu. Menurutnya, pembebasan biaya tersebut tentu bermanfaat bagi mal untuk mengatur arus kas (cashflow) agar tidak defisit. "Kalau tidak defisit, ini bisa meminimalkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan membantu para penyewa," kata Alphonz.
Ia menambahkan, saat ini yang mengkhawatirkan adalah PSBB ketat bisa berkepanjangan, kalau ini berlarut-larut banyak dari pengusaha fnb yang sudah merumahkan karyawan. "Kalau ini berlanjut terus daya tahan dari penyewa peritel itu tidak akan mampu lagi. yang tadinya dirumahkan akan meningkat menjadi PHK kalau sudah PHK tentunya akan mempengaruhi perusahaannya. kalau berlanjut terus perusahaan akan bangkrut," jelasnya.
Selain itu, Alphonz menyebut, sejak Maret lalu, ritel atau tenant membutuhkan tenaga ahli jadi tidak semudah itu untuk melakukan PHK tetapi melihat situasinya, merumahkan sudah pasti terjadi karena tokonya tutup dari Maret.
"Kita baru mulai bergerak lagi di bulan Juli, Agustus. Tapi sekarang sudah mulai lagi melakukan perumahan karena penjualannya tinggal 10%. Karena kalau tidak ada bantuan dari pemerintah sangat besar dampaknya terhadap penutupan. Dan itu sudah terjadi beberapa retail sudah menutup di seluruh Mall," katanya.
Menurutnya, jika pelaku usaha dibantu maka akan sangat membantu cash flow perusahaan supaya tidak terlalu besar defisitnya. Sehingga, tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan.
Selanjutnya: Jakarta perketat PSBB, banyak kafe dan restoran di Grand Indonesia tutup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News