Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bahan baku rotan masih sulit didapat oleh industri perajin rotan. Hal tersebut memancing pertanyaan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia terkait rencana ekspor rotan setangah jadi.
"Saat ini industri masih kesulitan bahan baku sehingga HIMKI menolak ekspor bahan baku," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) HIMKI, Abdul Sobur kepada Kontan.co.id, Selasa (28/11).
Sobur bilang, kebutuhan bahan baku rotan industri saat ini belum terpenuhi. Kebutuhan industri mencapai 4.000 ton per bulan atau 48.000 ton per tahun. Sementara bila kondisi ekonomi baik, kebutuhan rotan bisa meningkat mencapai 60.000 ton per tahun.
Kurangnya produksi pun ikut mengerek harga bahan baku rotan. Berdasarkan keterangan Sobur, harga rotan dari Aceh dapat mencapai harga Rp 42.000 per kilogram (kg).
Selain sulitnya bahan baku, panjangnya rantai pasok turut membuat harga rotan menjadi tinggi. Letak sentra kerajinan yang kebanyakan di pulau Jawa dinilai jauh dari pusat bahan baku di luar Jawa. Namun, Sobur menyarankan agar pemerintah memilih jalan memindahkan industri mendekati bahan baku.
"Memindahkan industri mendekati bahan baku merupakan opsi yang lebih masuk akal daripada ekspor bahan baku," terang Sobur.
Pengembangan industri dinilai lebih tepat dilakukan oleh pemerintah untuk menyerap rotan lebih banya. Sobur bilang pengembangan industri membuat penyerapan tenaga kerja lebih besar. Selain itu juga memberikan nilai tambah bagi produk yang diekspor.
Sebelumnya akibat bahan baku yang berlebih membuat Kementerian Perdagangan (Kemdag) membuka izin ekspor rotan setengah jadi. Namun hal itu akan melihat data produksi dan kebutuhan industri terlebih dahulu.
Hingga saat ini regulasi mengenai izin ekspor rotan setengah jadi belum diterbitkan. Sobur bilang perizinan ekspor masih dalam proses pendataan.
"Regulasi belum ada, saat ini masih proses pendataan daya serap dan produksi bahan baku rotan," jelas Sobur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News