Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA-Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan, permintaan pasar sawit dunia tengah mengalami kontraksi akibat banyaknya tekanan ekonomi. Penurunan juga dialami produk minyak nabati lain.
Hal ini membuat ketatnya persaingan khususnya di pasar ekspor seperti India, Uni Eropa, Pakistan, Bangladesh, Amerika Serikat, Timur Tengah, dan Afrika.
"Promosi dari Indonesia agak kurang dibandingkan promosi dari minyak nabati lain. Karena itu, promosi dan iklan merupakan langkah-langkah yang harus kita perkuat untuk saat ini," ujar Derom dalam diskusi yang digelar Forum Jurnalis Sawit (FJS) bertema Mendongkrak Pasar Domestik dan Ekspor Minyak Sawit Indonesia, Rabu (22/7).
Baca Juga: Kebijakan DMO Sawit perlu pengkajian khusus terutama harga dan kesiapan pelaku usaha
Derom melanjutkan, untuk memperkuat perdagangan minyak sawit Indonesia, semua upaya harus dilakukan terutama promosi dan iklan tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Di sisi lain, hambatan perdagangan juga harus dihapuskan untuk mendukung ekspor sawit.
"Pasar minyak sawit dan turunannya dapat didongkrak dengan meningkatkan promosi iklan perbaikan mutu dan penggunaan BBN yang lebih luas," ungkap dia.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan mengatakan, ekspor CPO dan produk turunannya Indonesia ke dunia melemah sejak awal Januari 2020. Telah terjadi penurunan yang cukup dalam jika dibandingkan bulan Desember 2019.
Pada periode Januari-Mei 2020, ekspor CPO dan turunannya mencapai US$ 7,6 miliar memberikan kontribusi terhadap ekspor nonmigas sebesar 12,5%. Secara nilai, ekspornya meningkat dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: CPO sentuh RM 2.600, ini saham yang berpotensi cuan
"Hingga Mei lalu kinerja ekspor sawit masih terdampak pandemi Covid-19. Tapi dari bulan Juni sudah mulai membaik karena negara-negara yang penanganan Covid-19 lebih awal telah pulih termasuk negara tujuan utama," ujar dia.
Kasan mengatakan, pemerintah akan terus melakukan promosi dan iklan untuk mendorong ekspor sawit. Di sisi lain, pemerintah akan terus memberikan dukungan dan fasilitas untuk pembukaan pasar baru dalam rangka meningkatkan ekspor sawit. "Kebijakan pemerintah akan terus dilakukan dalam rangka mengarah pada industri hilir," kata dia.
Ekonom Sri Adiningsih mengatakan, nilai tambah produk sawit di pasar domestik dan luar negeri masih sangat rendah. Kondisi itu disebabkan hilirisasi produk kelapa sawit yang masih terbatas.
"Hilirisasi dari produk kelapa sawit ini harus benar-benar dilakukan sehingga jika kita bicara sawit bukan hanya CPO saja, tetapi industri manufaktur yang memanfaatkan sawit semaksimal mungkin," ujarnya.
Sri melanjutkan, kelapa sawit merupakan produk unggulan Indonesia karena berperan besar dalam perekonomian, termasuk penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan. Indonesia menjadi eksportir kelapa sawit terbesar di dunia dengan nilai ekspor yang meningkat.
Baca Juga: GIMNI keberatan Spent Bleaching Earth (SBE) dikategorikan limbah B3
"Hilirisasi ini yang harus terus didorong, apalagi dengan potensi bioenergi yang besar ini menjadi masa depan kelapa sawit," ungkap dia.
Menurut dia, investasi di industri hilir memang tidak mudah karena risikonya yang besar dan juga mahal. Namun hilirisasi menjadi keharusan dalam pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan demi kemajuan industrinya.
"Secara umum memang tidak mudah. Dijual dalam bentuk CPO saja memang sudah memberikan keuntungan. Tetapi demi masa depan sawit, hilirisasi ini perlu didorong. Tentunya perlu dukungan dari pemerintah," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News