kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,79   7,33   0.80%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penjualan avtur turun, Pertamina: Ini karena turunnya frekuensi penerbangan


Senin, 29 April 2019 / 19:25 WIB
Penjualan avtur turun, Pertamina: Ini karena turunnya frekuensi penerbangan


Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Memasuki tahun 2019 frekuensi penerbangan pesawat mengalami tren penurunan, ini berdampak terhadap meningkatnya ketersediaan avtur milik Pertamina.

Vice President Supply & Distribution Pertamina Faris Aziz bilang Pertamina sudah tidak mengimpor avtur sejak beberapa bulan terakhir. "Sudah sekitar tiga bulan terakhir, semuanya dari produksi kilang dalam negeri, produksinya cukup baik walaupun ada penurunan produksi solar," ungkap Fariz, Senin (29/4).

Pada kesempatan yang sama, Vice President Aviation Pertamina Eldi Hendri mengungkapkan bahwa konsumsi avtur yang rendah sebagai dampak dari turunnya frekuensi penerbangan. Namun dirinya menampik bahwa ini merupakan dampak negatif.

"Justru ini dampak positif, stok avtur jadi terjaga dan tidak impor lagi," sanggah Eldi. Ia menambahkan ada dua kilang dalam negeri yang berkontribusi cukup besar bagi produksi avtur yakni Refinery Unit (RU) 4 Cilacap dan RU 6 Balongan yang menyuplai banyak 13.000 kiloliter/hari.

Mengutip data ketersediaan avtur milik Pertamina, hingga 25 April 2019 ketersediaan Avtur sekitar 563.64 kl per 42 hari. Sekadar informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik tren penurunan jumlah penumpang pada awal tahun terjadi setiap tahunnya.

Sebagai contoh pada tahun 2018 lalu, jumlah penumpang di Bandara Soekarno-Hatta saat bulan Februari mengalami penurunan dari 1,75 juta penumpang menjadi 1,69 juta penumpang. Pada tahun 2019 ini jumlah penumpang pada bulan Januari sebanyak 1,44 juta dan terjadi penurunan pada Februari diangka 1,33 juta.

Sementara itu Bandara Juanda ditahun 2018 mencatatkan jumlah penumpang di bulan Januari sebanyak 689,75 ribu dan mengalami penurunan di Februari dengan jumlah penumpang 597,29 ribu.

Tren penurunan juga terjadi pada 2019. Pada bulan Januari tercatat jumlah penumpang sebesar 560,25 ribu, sementara pada Februari turun menjadi 473,07 ribu.

Sementara itu, pihak Garuda Indonesia dalam laporannya mencatat pada kuartal pertama 2019 terjadi penurunan jumlah penumpang dibanding periode yang sama ditahun sebelumnya untuk penerbangan domestik Garuda Indonesia.

Pada kuartal pertama 2018 penumpang domestik Garuda Indonesia mencapai 4,4 juta sementara kuartal pertama 2019 jumpah itu turun menjadi 3,5 juta atau sebesar 21,9%. Selain penurunan jumlah penumpang, juga terjadi penurunan konsumsi avtur oleh penerbangan domestik Garuda Indonesia.

Pada kuartal pertama 2019 konsumsi bahan bakar sebesar 150,8 juta liter atau turun sebesar 26,1% dibanding periode yang sama ditahun sebelumnya. Pada kuartal pertama 2018, konsumsi avtur mencapai 204 juta liter.

Disisi lain, Pengamat Penerbangan Alvin Lie bilang tren penurunan penumpang di awal tahun disebabkan saat ini merupakan low-season. "Kemungkinan akan naik di bulan Mei atau saat Lebaran dan Liburan sekolah," jelas Alvin.

Mengenai rendahnya frekuensi penerbangan akibat penurunan jumlah penumpang dan mahalnya harga tiket pesawat, Alvin menampiknya. Dalam pandangannya, sejauh ini belum ada pembuktian yang valid bahwa kenaikan harga tiket pesawat menyebabkan masyarakat enggan menggunakan moda transportasi udara.

Lebih lanjut ia bilang penerbangan Jakarta-Surabaya dan sebaliknya yang paling terpengaruh. "Kehadiran ruas tol baru membuat orang mungkin lebih tertarik menggunakan jalur darat," jelas Alvin ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (29/4).

Ia menambahkan pihak maskapai akan memilih untuk mengurangi jumlah penerbangan ketimbang menanggung rugi karena jumlah penumpang per penerbangan tidak memenuhi kuota yang diharapkan.

Namun, ia berpendapat faktor lain yang mungkin saja mempengaruhi minat orang menggunakan moda transportasi selain udara yakni penerapan aturan bagasi berbayar. "Lion, Sriwijaya dan Citilink cukup terdampak," ujar Alvin. Masih menurutnya, masyarakat yang selama ini menggunakan Garuda Indonesia maupun Batik Air cenderung akan mengedepankan faktor kenyamanan kendati harga tiket naik.

Sementara itu Fariz berpendapat Pertamina lebih terfokus pada turunnya frekuensi penerbangan ketimbang kenaikan harga tiket. "Karena penerbangan (frekuensi) turun, jadi kita fokus pada pelayanan dan kita sesuaikan dengan kebutuhan mereka (maskapai)," pungkas Fariz.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×