Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
JAKARTA. Kuartal II–2014 belum juga rampung dilalui. Namun, PT Yanaprima Hastapersada Tbk sudah meyakini kinerja tahun ini tak akan ciamik. Produsen kemasan dan karung ini cuma berani mematok pendapatan Rp 395 miliar, atau turun 10,16% dari pendapatan kuartal II–2013.
Perusahaan berkode YAPS di Bursa Efek Indonesia ini memprediksi, tahun ini bakal menghadapi tiga tantangan yang membuat beban produksi berpotensi membengkak.
Ketiga tantangan tersebut, pertama, kenaikan upah minimum regional (UMR). Catatan saja, pada 2013 UMR Jawa Timur sebesar Rp 1,74 juta tapi per 1 Januari 2014 meningkat menjadi Rp 2,2 juta. Perusahaan ini menggaji karyawan untuk mengoperasikan pabrik di Sidoarjo dan Surabaya.
Dari sisi lokasi, Yanaprima merasa kurang beruntung dibandingkan para kompetitor yang kebanyakan berdomisili di Solo, Jawa Tengah. Pasalnya, UMR di Solo lebih kecil dibandingkan Sidoarjo dan Surabaya.
Kedua, kenaikan tarif dasar listrik (TDL). "Kenaikan TDL menyebabkan beban produksi naik 1%," ujar Rinawati, Direktur Keuangan Yanaprima Has-tapersada, Jumat (30/5).
Ketiga, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Pembelian bahan baku dalam dollar AS, sementara penjualan produk dalam rupiah menjadi risiko besar bagi Yanaprima.
Ironisnya, tiga tantangan tadi tak bisa diimbangi dengan strategi menaikkan harga jual lantaran perusahaan ini mempertimbangkan harga pasar. Selain itu, produk kemasan dan karung juga sudah kelebihan suplai. Sekadar informasi, Yanaprima menjual produk seharga Rp 24.000–Rp 25.000 per kilogram (kg).
Ibarat makan buah simalakama, Yanaprima lantas memilih menekan beban produksi agar tak terlampau mencekik. "Kami sedang melakukan sejumlah langkah efisiensi," terang Rinawati.
Langkah efisiensi yang akan dilakukan Yanaprima yakni menurunkan kapasitas produksi. Asal tahu saja, total kapasitas produksi perusahaan ini adalah 24.000 ton per tahun. Tahun 2013, utilisasi pabrik mencapai 91%–92%. Nah, tahun ini, Yanaprima hanya akan memaksimalkan pabrik di tingkat utilisasi sekitar 80% saja.
Sekadar informasi, tahun lalu, pendapatan Yanaprima sebenarnya masih tumbuh 6,25% menjadi Rp 439,68 miliar. Namun, beban produksi yang membengkak menggencet bottom line hingga tersungkur 62,23% menjadi Rp 6,22 miliar.
Tahun ini, Yanaprima mengalokasikan belanja modal US$ 500.000. Dana ini digunakan untuk membeli mesin-mesin baru, peremajaan dan modernisasi mesin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News