Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu), membuka opsi pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai percepatan Transisi Energi di sektor ketenagalistrikan, termasuk di antaranya untuk membiayai pengakhiran jangka waktu operasi dan jangka waktu kontrak PJBL proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Kebijakan tersebut ditetapkan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan. PMK tersebut diundangkan 13 Oktober 2023 lalu, berlaku pada tanggal diundangkan.
Pasal 2 PMK 103 Tahun 2023 menyebut, peraturan menteri ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan kebijakan transisi energi yang berkeadilan dan terjangkau oleh pemerintah dengan beberapa cara. Termasuk di antaranya pemberian dukungan fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di sektor ketenagalistrikan atau yang selanjutnya disebut “Platform Transisi Energi”.
Baca Juga: Indonesia Lobi Negara Maju agar Salurkan Dana JETP untuk Pensiun Dini PLTU Batubara
Fasilitas Platform Transisi Energi ini, menurut Pasal 3 PMK 103 Tahun 2023, dimanfaatkan untuk keperluan sejumlah keperluan. Pertama, percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU batubara, percepatan pengakhiran waktu kontrak perjanjian jual beli tenaga listrik PLTU batubara.
Kedua, percepatan pengakhiran waktu kontrak perjanjian jual beli tenaga listrik PLTU batubara. Ketiga, dan/atau pengembangan pembangkit energi terbarukan sebagai pengganti atas kedua tindakan di atas.
Sumber pendanaannya, menurut Pasal 3 PMK 103 Tahun 2023, dapat berasal dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dukungan fiskal yang diberikan dalam fasilitas Platform Transisi Energi sebagaimana dimaksud memperhatikan kemampuan keuangan negara,” tulis Ayat (3) Pasal 3 PMK 103 Tahun 2023.
Saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menunggu sosialisasi lebih lanjut dari pihak Kementerian Keuangan soall kebijakan pendanaan ini. Itulah sebabnya, Kementerian ESDM belum menentukan langkah ke depan untuk menindaklanjuti peraturan menteri ini.
“Kita dengar dulu sosialisasinya dari Kemenkeu seperti apa ini,” ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (20/10).
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa kehadiran regulasi teknis cukup penting dalam mengakomodir dukungan pendanaan APBN dalam percepatan penutupan PLTU batubara.
Bentuk dukungan dari APBN ini, menurut Bhima, bisa berbentuk pengalihan subsidi energi berbahan bakar fosil kepada program penutupan PLTU batubara PLN. Hitung-hitungan Celios, penghematan belanja subsidi energi senilai 28% dari alokasi subsidi energi APBN 2024 sebesar Rp 189 triliun kira-kira bisa menghasilkan penutupan 4 PLTU batubara.
Baca Juga: Mendukung Transisi Energi, Ini Langkah-Langkah PLN
Ini dengan asumsi bahwa pensiun dini PLTU batubara dengan kapasitas setara PLTU Cirebon-1 membutuhkan dana Rp 13,4 triliun,
“Penghematan subsidi energi tentu tidak selalu berbentuk kenaikan harga atau pengurangan kuota bagi konsumen. Salah satunya bisa berbentuk menutup kebocoran BBM solar, dan kebocoran subsidi LPG 3kg yang selama ini terjadi,” terang Bhima saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (20/10).
Cara lainnya, menurut Bhima, sumber pendanaan transisi energi juga bisa didapat dengan segera mengimplementasikan pajak karbon. Toh, regulasi pajak karbon sudah ada, tinggal di eksekusi secepatnya.
“Pemerintah juga bisa mengurangi berbagai insentif perpajakan dari sektor berbasis fosil sehingga tercipta ruang fiskal yang lebih lebar untuk pendanaan transisi energi,” tambah Bhima.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai bahwa suntik mati PLTU ini bukan merupakan program yang layak untuk mendapat prioritas alokasi dana APBN. Menurut Mulyanto, pemerintah perlu mengevaluasi sungguh-sungguh program suntik mati PLTU agar tidak sampai merugikan kepentingan nasional.
“Kita tidak ingin APBN kita yang langka ini digelontorkan untuk menghapus aset PLTU yang masih bernilai. Banyak pos-pos pembangunan lain yang membutuhkan alokasi prioritas pendanaan APBN, baik terkait sektor pendidikan, kesehatan maupun pangan,” kata Mulyanto saat dihubungi Kontan.co.id (20/10).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News