kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penyusunan RUED mandek dapat ganggu target bauran 23% EBT tahun 2025


Selasa, 04 September 2018 / 16:36 WIB
Penyusunan RUED mandek dapat ganggu target bauran 23% EBT tahun 2025
ILUSTRASI. ILUSTRASI OPINI - Akselerasi Energi Baru Terbarukan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) masih tersendat. Hingga kini, dari 34 provinsi yang ada, baru delapan provinsi yang sudah menyelesaikannya menjadi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Dwi Hary Soeryadi menyebut, kedelapan provinsi itu adalah Bengkulu, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku. Sedangkan 26 provinsi lainnya masih belum menyelesaikan draft Raperda-nya.

Padahal, Dwi bilang, semestinya RUED bisa tuntas setahun setelah Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) disahkan sebagai Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2017 pada tanggal 13 maret 2017. "Seharusnya setahun setelah RUEN, Maret 2018 sudah jadi RUED," kata Dwi di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (4/9).

Anggota DEN lainnya, Rinaldy Dalimi menerangkan, DEN telah mendatangi 34 provinsi di Indonesia untuk memberikan pendampingan dalam menyusun RUED. Pendampingan ini, kata Rinaldy, diperlukan dengan sejumlah alasan.

Diantaranya untuk memastikan agar RUED tidak bertentangan dengan RUEN dan Kebijakan energi Nasiaonal (KEN) serta untuk memberikan informasi dan menyamakan persepsi antara Pemda dan DPRD sehingga proses penyusunan menjadi Raperda dan penetapan menjadi Perda bisa berjalan lebih cepat.

"Proses legalisasi di daerah menjadi Perda kita tidak ikut. Namun kita punya kepentingan agar proses menjadi Perda tidak lagi ada diskusi dari nol (antara Pemda dan DPRD)" kata Rinaldy.

Rinaldy menekankan, RUED ini harus menjadi satu-satunya acuan pembangunan energi di daerah. Sehingga begitu menjadi Perda akan mengikat kepada daerah masing-masing.

Ia menerangkan kompleksitas dan karakteristik masing-masing daerah menjadi kendala utama molornya penyusunan RUED ini. Selain itu, baik RUEN maupun RUED merupakan hal yang baru, sehingga memerlukan penyesuaian.

Dalam waktu dekat, lanjut Rinaldy, keterlambatan RUED tidak akan berpengaruh signifikan pada kecukupan dan target energi. Namun, jika RUED tak lekas tuntas, Rinaldy bilang ini akan menganggu target bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025.

"Kalau soal kecukupan energi di daerah dalam janghka pendek tidak terganggu. Tapi kalau ini (RUED) tidak ada, jelas akan mengganggu target 23% bauran EBT. Long term effect, jangka panjang sampai 2050 itu perlu RUED," jelas Rinaldy.

Rinaldy menyebut, dari lima prioritas pembangunan energi nasional, EBT menjadi yang diutamakan. "Pertama maksimumkan pembangunan EBT, kedua kurangi penggunaan minyak, ketiga maksimumkan penggunaan gas. Kalau ketiganya sudah dilakukan, tutupi dengan batubara. Kalau keempatnya tidak mencukupi setalah dilakukan secara maksimal, nuklir sebagai pilihan terakhir," jelasnya.

Menurut Rinaldy, tak ada sanksi dan insentif langsung untuk mendorong percepatan RUED. Namun, dengan adanya RUED, bisa saja pemerintah pusat akan memberikan prioritas guna membantu pembangunan energi. khususnya dalam EBT.

Kendala lainnya ialah soal dinamika politik di daerah, baik itu pergantian di tataran eksekutif maupun legislatif pada tahun 2019 mendatang. Karenanya, DEN menyambut baik usulan dari pihak Kementerian Dalam Negeri untuk mendorong penyelesaian RUED dengan membentuk tim asistensi dan supervisi, termasuk soal pemuatan target waktu dan sanksinya.

"(Kepada pihak Pemda dan DPRD ditekankan) anda punya tanggung jawab saat ini, untuk berpikir sampai 2050, walaupun anda tidak akan menjabat sampai tahun 2050. Itu lah urgensinya kita mendapampingi," tandas Rinaldy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×