Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) membentuk satgas percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk mendukung program pemerintah dalam mempercepat realisasi peremajaan sawit rakyat.
Nantinya, satgas ini bertugas membantu dan mendukung persiapan, pelaksanaan, hingga pemantauan PSR pada perkebunan sawit rakyat yang menjadi mitra perusahaan-perusahaan sawit anggota Gapki.
Pembentukan Satgas Percepatan PSR oleh Gapki ini menyusul penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) PSR tahun 2021 oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, dan BPDP-KS.
Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) tanggapi Swiss bebaskan bea masuk CPO dari Indonesia
MOU ini sebagai upaya mempercepat program PSR dalam mengembangkan potensi petani kelapa sawit Indonesia. Terdapat 18 Koperasi juga Kelompok Tani dan 7 perusahaan anggota Gapki yang dilibatkan dalam kegiatan ini.
Nota kesepahaman ini menghimpun setidaknya 18,214 Ha perkebunan kelapa sawit yang akan diremajakan atau 10% dari target tahunan.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan, pihaknya turut mendukung kolaborasi untuk akselerasi PSR. Menurutnya, sinergi berbagai pihak merupakan kunci utama untuk mewujudkan kesuksesan pencapaian target PSR yang telah ditentukan yakni 180.000 ha/tahun.
“Kerja sama ini diyakini sebagai program strategis nasional. Tidak saja untuk meningkatkan produktivitas petani, namun juga meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit Indonesia,” kata Joko dalam keterangan tertulis, Selasa (9/3).
Dia mengatakan, pola kemitraan PSR mulai terjalin sejak tahun 2016. Joko juga mengatakan, untuk mendukung program pemerintah Gapki tak hanya melakukan kerja sama tetapi berkontribusi dan mencari model pola kemitraan terbaik.
Menurutnya, Gapki tengah mengembangkan pilot pola kemitraan di Sumatera Utara agar mencari pola paling efektif untuk membangun sinergi perusahaan dan petani melalui kerja sama kemitraan dalam memfasilitasi petani-petani untuk mewujudkan percepatan PSR.
Dia juga mengatakan pihaknya akan membentuk Forum PSR yang akan memonitor, mengevaluasi serta meningkatkan proses di lapangan yang lebih efektif.
Adapun, Deputi II Kemenko Perekonomian Musdhalifah M. mengatakan bahwa industri kelapa sawit Indonesia tidak hanya berperan penting untuk perekonomian Indonesia, namun minyak sawit Indonesia juga menjadi penyokong dalam ketahanan pangan dunia.
"Setidaknya 33% minyak nabati dunia berasal dari Indonesia,” kata Musdhalifah.
Menurutnya, meski subsektor perkebunan kelapa sawit memberikan kontribusi positif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi masih banyak tantangan dalam pengembangannya, salah satunya adalah produktivitas yang masih rendah.
Menurutnya, produktivitas CPO saat ini masih sebesar 3,6 ton CPO/ha per tahun padahal potensi produktivitas mampu mencapai 6-8 ton CPO/ha per tahun.
Baca Juga: Indonesia berpotensi mengembangkan biodiesel dari bahan baku limbah pertanian
Dia menurutnya, rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia lantaran berbagai faktor seperti minimnya penggunaan bibit unggul, kurangnya pengetahuan mengenai Good Agricultural Practices (GAP), lemahnya kelembagaan, serta keterbatasan akses modal.
Melihat luas lahan tutupan kelapa sawit nasional mencapai 16,38 juta Ha, dan Luas tutupan kelapa sawit didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar 41%, Musdhalifah meyakini peran perkebunan rakyat dalam industri sawit nasional tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.
“Perkebunan rakyat harus diperkuat, salah satunya melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting sebagai upaya peningkatan produktivitas, penguatan sumber daya manusia serta meningkatkan kesejahteraan petani. Keberhasilan PSR membutuhkan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak,” kata Musdhalifah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News