kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perkuat industri hilir dalam negeri, pemerintah kelak bakal larang ekspor CPO


Rabu, 20 Oktober 2021 / 22:28 WIB
Perkuat industri hilir dalam negeri, pemerintah kelak bakal larang ekspor CPO
ILUSTRASI. Pekerja membongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

Dalam kurun 10 tahun, ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat signifikan dari 20% di tahun 2010 menjadi 80% pada 2020. Hal ini sesuai target peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian No 13 Tahun 2010.

Bahkan, saat ini terdapat 168 jenis produk hilir CPO yang telah mampu diproduksi oleh industri di dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel FAME. Sementara pada tahun 2011, hanya ada 54 jenis produk hilir CPO.

Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika menyebutkan, program yang telah dijalankan oleh Kemenperin terkait hilirisasi berbasis minyak sawit (CPO/CPKO) antara lain dengan mempertahankan kebijakan tarif pungutan ekspor secara progresif berdasarkan harga CPO internasional dan rantai nilai industri.

“Sebab, tarif pungutan ekspor untuk bahan baku CPO/CPKO jauh lebih tinggi daripada produk intermediate dan produk hilir. Upaya ini sebagai insentif bagi industri pengolahan dalam negeri,” jelasnya.

Menurut Putu, insentif tarif pungutan ekspor telah mendorong investasi di sektor industri hilir pengolahan minyak sawit di dalam negeri. Adapun tarif pungutan ekspor progresif terdiri dari Tarif Pungutan Dana Perkebunan/Levy dan Tarif Bea Keluar yang ditetapkan dinamis sesuai harga referensi bulanan.

Baca Juga: Gapki serahkan batik berbahan baku turunan sawit kolaborasi lintas generasi ke Jokowi

“Dengan kebijakan tarif Levy ditambah tarif Bea Keluar yang progresif, beberapa perusahaan perkebunan yang sebelumnya hanya memiliki kebun, saat ini telah dan sedang membangun industri pengolahan minyak sawit di dalam negeri,” ungkap Putu.

Langkah lainnya, Kemenperin juga menyiapkan kawasan industri sebagai fokus investasi baru atau perluasan industri hilir kelapa sawit, mengusulkan pemberian harga khusus gas bumi untuk industri oleokimia, dan memfasilitasi promosi investasi industri hilir sawit di berbagai event internasional seperti tahun ini di Hannover Messe, Jerman dan Dubai Expo.

Putu menambahkan, sampai saat ini, hanya produk ekspor biodiesel dari minyak sawit yang masih menghadapi hambatan trade remedies, khususnya dari Uni Eropa. Sejak tahun 2016, Kemenperin telah aktif dalam Working Group untuk menyiapkan data industri sebagai bahan Litigasi Sidang WTO.

Pada 2017, Kemenperin juga mengirimkan delegasi untuk mengikuti Sidang DSB terkait antidumping biodiesel dari minyak sawit di Kantor Pusat WTO, Jenewa. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kemenperin sangat berkepentingan untuk menyelesaikan isu trade remedies dalam rangka mengamankan kinerja industri dan ekspor produk biodiesel dari minyak sawit dalam negeri.

Sepanjang Januari-Juli 2021, total ekspor nasional mencapai US$ 120,58 miliar. Sementara itu, nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya menembus US$ 19,4 miliar atau berkontribusi sebesar 16,09% terhadap total ekspor Indonesia tersebut.

Baca Juga: Harga CPO melonjak, Bakrie Sumatera (UNSP) optimalisasi produksi pabrik

Nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya itu mengalami kenaikan 55,86% dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar US$ 12,44 miliar. Bahkan, selama lima tahun terakhir, nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya mengalami tren perkembangan yang positif sebesar 1,98%.

Putu pun mengemukakan, telah banyak berkembang investasi baru atau perluasan usaha di sektor industri oleofood, oleokimia, dan biofuel. Peningkatan investasi ini didorong oleh kebijakan kemudahan investasi, kebijakan pengamanan bahan baku CPO/CPKO di dalam negeri, kebijakan harga gas industri, serta pemberian insentif perpajakan berupa tax allowance dan tax holiday.

Contoh investasi tersebut, yakni Unilever Oleochemical Indonesia (Unilever) yang berlokasi di Kawasan Industri Sei Mangkei Sumut. Sepanjang tahun 2012-2020, mereka telah melakukan investasi sebesar Rp 2,5 triliun untuk pengoperasian pabrik oleokimia yang menggunakan bahan baku CPKO dari PTPN III.

“Setelah diberikan kebijakan harga gas bumi tertentu, efisiensi produksinya meningkat, sehingga Unilever berencana untuk memperluas investasi di lokasi yang sama dengan nilai Rp 2,5 triliun. Jadi, pada akhir tahun 2024, total investasi Unilever di Kawasan Industri Sei Mangkei akan mencapai lebih dari Rp 5 triliun yang menghasilkan produk personal wash untuk diekspor ke berbagai negara,” pungkas Putu.

Selanjutnya: Harga minyak mentah melonjak, ini dampaknya terhadap inflasi Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×