Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada kabar baik bagi pegiat energi baru terbarukan (EBT). Setelah sempat ditunda beberapa bulan, aturan baru penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, yakni Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap, akhirnya diimplementasikan juga.
“Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap ini dapat dilaksanakan dan telah didukung oleh seluruh stakeholder sesuai hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Bapak Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 18 Januari 2022", ujar Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam keterangan tertulis (21/01).
Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 memuat sejumlah ketentuan baru. Salah satu ketentuan anyar yang cukup mendapat sorotan di antaranya ialah perubahan ketentuan ekspor-impor kWh listrik ke dan dari jaringan PLN dari semula 0,65:1 menjadi 1:1.
Dengan ketentuan ini, pelanggan/pengguna PLTS atap bisa mengekspor/menjual 100% produksi listriknya ke PLN. Ekspor listrik tersebut pada gilirannya akan digunakan dalam perhitungan energi listrik pelanggan pengguna PLTS atap dan bisa mengurangi tagihan listrik pelanggan.
Baca Juga: Pengembangan PLTS Kian Gencar, Simak Jurus Sky Energy (JSKY) Manfaatkan Peluang
Menurut catatan Kontan.co.id, Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 sejatinya sudah ditetapkan pada Agustus 2021 lalu.
Beleid ini diterbitkan untuk merevisi aturan sebelumnya, yakni Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Meski sudah ditetapkan sejak Agustus 2021 lalu, penerapan Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 sempat ditunda. Sebelum diterapkan, beleid ini telah dibahas terlebih dahulu dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Rapat tersebut melibatkan sejumlah instansi.
Dalam wawancara dengan Kontan.co.id sebelumnya, Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa penundaan implementasi Permen ESDM No. 26 2021 dilakukan untuk memastikan dampak penerapan beleid tersebut terhadap subsidi dan kompensasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun Dadan menegaskan bahwa pembahasan tersebut tidak dilakukan untuk meninjau ulang substansi dari beleid tersebut.
Dihubungi terpisah Kamis lalu (20/1), sebelumnya Plt. Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF, Wahyu Utomo menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan pada dasarnya sangat mendukung berbagai upaya yang ditujukan untuk mewujudkan transisi energi, termasuk di dalamnya pengembangan energi terbarukan melalui PLTS Atap.
Hanya saja, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ingin memastikan bahwa kebijakan PLTS Atap ini tidak akan memberatkan APBN, sejalan dengan kebijakan Pemerintah secara umum, dan juga memperhatikan kesanggupan PLN melaksanakan kebijakan ini.
Baca Juga: Akhir Tahun 2021, Bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) Mencapai 11,5%
Catatan saja, secara umum, masuknya PLTS Atap akan mengurangi demand masyarakat atau mengurangi penjualan listrik PLN, yang pada gilirannya bisa memberikan konsekuensi pada naiknya harga listrik per kwh (BPP/kwh).
Namun, dikarenakan pemerintah tidak ingin membebankan kenaikan BPP per kWh kepada pelanggan di tengah kondisi yang belum pulih sepenuhnya, sehingga kenaikan BPP/kwh tersebut bisa menyebabkan kenaikan subsidi/kompensasi listrik.
Dalam konteks inilah, Kemenkeu melakukan hitung-hitungan secara menyeluruh untuk tetap dapat menjaga daya beli masyarakat, kinerja keuangan PLN, maupun menjaga kesehatan APBN secara keseluruhan.
“Untuk mendukung pelaksanaan Permen tersebut, seluruh KL (kementerian dan lembaga) terkait harus menyiapkan kebijakan/regulasi pendukung agar program PLTS Atap mampu menciptakan multiplier effect bagi perekonomian Indonesia, mengingat ada anggaran APBN yang dikeluarkan untuk program PLTS Atap tersebut,” ujar Wahyu kepada Kontan.co.id Kamis pekan lalu (20/1).
Penerapan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menilai, penerapan ketentuan net metering 1:1 bisa meningkatkan minat masyarakat untuk memasang dan menggunakan PLTS atap.
Pasalnya, ketentuan ini bisa mempercepat waktu pengembalian investasi pelanggan sehingga meningkatkan keekonomian PLTS atap.
Baca Juga: Ditjen EBTKE: Realisasi PNBP 2021 Mencapai 134% dari Target
“Dengan net-metering 100%, naik dari 65% di Permen sebelumnya, pengembalian investasi untuk PLTS skala kecil (rumah tangga) lebih cepat, dari diatas 10 tahun jadi 7-8 tahun,” ujar Fabby kepada Kontan.co.id, Minggu (23/1).
AESI optimistis, pemanfaatan energi surya bisa membawa sejumlah efek gulir positif. Menurut kajian AESI, instalasi kumulatif 1 GWp PLTS atap mampu menciptakan permintaan untuk pengembangan industri surya dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja bagi setidaknya 20.000 - 30.000 orang tenaga kerja per tahun.
Manfaat lainnya, instalasi kumulatif 1 GWp PLTS atap juga dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 1,05 juta ton per tahun.
Pusat Pengaduan PLTS Atap
Ketua Dewan Pakar AEISI, Arya Rezavidi berujar, AESI meminta Kementerian ESDM segera membentuk Pusat Pengaduan PLTS Atap, sebagaimana yang diatur pada pasal 26 Permen ESDM 26 2021, dan membentuk tim untuk keperluan tersebut untuk memastikan agar pelaksanaan aturan ini berjalan optimal.
“AESI juga akan memantau pelaksanaan Permen ini dengan memberdayakan anggota dan jaringan AESI yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia,” imbuh Arya saat dihubungi Kontan.co.id (23/1).
Baca Juga: ESDM: Penundaan Permen PLTS Atap Bukan untuk Ditinjau Ulang atau Dibatalkan
Harapan serupa juga disampaikan oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI). “Untuk memantau pelaksanaan regulasi kami berharap Kementerian ESDM segera membentuk Pusat Pengaduan PLTS Atap sebagaimana yang diatur pada pasal 26. Dan sebaiknya semua stakeholder dilibatkan dalam pemantauan pelaksanaannya,” tutur Ketua Umum METI, Surya Darma kepada Kontan.co.id.
METI optimistis, Permen No.26 Tahun 2021 akan memegang peranan penting untuk mendukung pencapaian target 23% bauran energi terbarukan di 2025, sejalan dengan target yang dimuat dalam PP No. 79/2014 (KEN), Perpres No. 22/2017 (RUEN), serta rencana transisi energi untuk mencapai target Net-Zero Emission di 2060.
“METI menaruh harapan besar pada perubahan ke Permen ESDM No. 26/2021. (Permen ESDM No. 26 Tahun 2021) akan mendorong juga pemasangan PLTS atap di berbagai sektor dan tidak hanya untuk pelanggan PLN, juga pelanggan di wilayah pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) lainnya,” ujar Surya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News