Reporter: Nurmayanti | Editor: Test Test
JAKARTa. Pengusaha pasar modern (ritel) harus bersiap diri. Tak lama lagi, Departemen Perdagangan (Depdag) segera menerbitkan peraturan menteri perdagangan (Permendag) tentang pasar modern. Beleid ini direncanakan bakal terbit sebelum akhir tahun.
Permendag mengatur secara tegas luas usaha pasar modern. Yakni tak boleh di bawah 1.200 meter dan letaknya harus jauh dari pasar tradisional yang telah ada lebih dulu. Permendag ini adalah aturan teknis pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
"Persyaratan-persyaratan ini berlaku untuk investasi ritel lokal maupun asing," kata Sekretaris Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan, Gunaryo, Rabu (17/9).
Selain aturan zoning, Permendag ini juga mengatur lebih detail soal pemberdayaan usaha kecil, mikro dan menengah, serta syarat perdagangan (trading term) seperti listing fee. Gunaryo mengakui, keberadaan pasar modern memang mesti diatur karena berpotensi menggerus posisi pasar tradisional. Di sejumlah tempat, kekhawatiran itu pun sudah terbukti.
Untuk lokasi pasar modern yang berskala kecil, kata Gunaryo, kewenangan sepenuhnya berada pada pemerintah daerah. Khususnya tentang ijin usaha. Letaknya harus mengikuti Rencana Umum Tata Ruang dan Wilayah Milik pemda. Pemerintah pusat mengatur keberadaan pasar modern hanya secara garis besarnya saja.
Kendati Permendag belum terbit, Gunaryo mengklaim, Perpres telah cukup efektif mengatur keberadaan pasar modern yang muncul belakangan. “Meski masih ada pemda yang belum memahaminya secara benar,” katanya. Akibat ketidakpahaman itu, pasar modern terus menjamur tanpa tertata.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengaku tak sepenuhnya menyetujui keberadaan pasar modern ini. Pasar modern telah membuat kolaps sejumlah pasar tradisional. Dari total 13.450 pasar tradisional di Indonesia, 35% diantaranya terancam tutup. Pasar ini antara lain di Tangerang, Lampung dan Depok.
Berdasarkan data APPSI, saat ini jumlah pedagang di pasar tradisional menyusut dari 12,6 juta orang, menjadi 11 juta orang. Mereka pun banyak yang memilih menjadi pedagang kaki lima, ketimbang menyewa kios. Tidak heran, dalam tiga tahun terakhir, pedagang kaki lima naik dari 11 juta orang menjadi 14 juta pada tahun ini.
Untuk itu, APPSI berencana mengajukan judicial review atas perpres. Mereka berharap, langkah ini bisa membatalkan penerbitan Permendag. Mereka menilai, banyak klausul dalam perpres tidak benar. Misalnya tentang izin usaha pasar modern berlaku seumur hidup. Sementara pasar tradisional, setiap 20 tahun sekali harus dikaji kembali. " Ini kan tidak adil," lanjut dia.
APPSI mengaku pernah mengusulkan agar izin usaha pasar modern dikaji kembali setiap lima tahun. Namun sayang, usul mereka tak diterima pemerintah.