Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mendorong Kementerian Perindustrian untuk merevisi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) nomor 3 tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Tauhid mengatakan, sejumlah pasal dalam aturan tersebut dinilai bermasalah. Diantaranya substansi pasal 10 Permenperin tersebut dimana penyusunan rencana kebutuhan gula kristal mentah (raw sugar) sebagai bahan baku untuk jangka waktu satu tahun dapat dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga terkait. Kata "dapat" berarti boleh dilakukan koordinasi dan boleh juga tidak dilakukan koordinasi.
Padahal setidaknya dibutuhkan koordinasi antar 3 kementerian yakni Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian BUMN dan Kementerian Pertanian. Dengan substansi pasal 10 Permenperin akan melemahkan fungsi koordinasi.
Baca Juga: Harga pangan tinggi, Ikappi: Antisipasi pemerintah terhadap pangan lemah
"Ini artinya penyusunan kebutuhan yang dilakukan oleh Dirjen yang bersangkutan di Kementerian Perindustrian akan tidak ada kewajiban untuk melakukan (koordinasi). Harusnya ini ada kata wajib, bukan dapat, sehingga ini membuka celah koordinasi dan impor kapan saja bisa tidak terkendali tanpa ada koordinasi," ujar Tauhid dalam diskusi virtual, Rabu (7/4).
Selain itu, Tauhid menyoroti substansi pasal 3 Permenperin tersebut. Disebutkan, dalam hal terdapat perubahan tempat pemasukan impor gula kristal mentah, tidak diperlukan perubahan rekomendasi. Hal ini dinilai membuka celah rembesan dan celah mal administrasi.
Tauhid menilai, Permenperin nomor 3 tahun 2021 sebaiknya direvisi dengan mempertimbangkan aspek persaingan usaha yang sehat hingga tertib administrasi dan koordinasi antar kebijakan. Pelaku usaha juga bisa mengajukan keberatan ke KPPU dan Ombudsman sehingga terdapat kepastian usaha yang berkeadilan bagi semua pihak.
"Yang paling penting kalau kita melihat data Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, data realisasi impor, saya curiga bahwa kita rembesannya besar sekali. Kita tidak punya data yang valid sampai hari ini berapa persen gula rafinasi kita yang rembes. Implikasinya, konsumen dirugikan, pelaku usaha dirugikan, termasuk juga petani tebu," tutur Tauhid.
Sebagai informasi, dalam pasal 5 Permenperin 3/2021 disebutkan, rekomendasi impor gula kristal mentah hanya dapat diberikan kepada perusahaan industri gula rafinasi dengan KLBI 10721 yang memiliki izin usaha industri yang diterbitkan sebelum tanggal 25 Mei 2010 atau perusahaan industri gula kristal rafinasi KBLI 10721 yang memiliki persetujuan prinsip sebelum 25 Mei 2010 dengan bidang usaha industri gula rafinasi (pemurnian gula) untuk industri.
Baca Juga: Pefindo tegaskan peringkat idBBB+ untuk MTN Pabrik Gula Rajawali I
Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi, Dwiatmoko Setiono mengatakan, aturan tersebut tidak menjamin persaingan usaha yang sehat kepada semua industri.
Padahal, industri makanan dan minuman di Jawa Timur selama ini sudah mendapat pasokan gula rafinasi dengan spesifikasi khusus dari perusahaan industri yang izin usahanya terbit sesudah 25 Mei 2010.
Ia menyebut, adanya Permenperin 3/2021 menyebabkan kerugian pada industri pengguna karena kesulitan pasokan gula rafinasi dan membengkaknya biaya operasional.
"Kerugian ini belum terhitung dengan berhentinya dampak ikutan untuk pertumbuhan ekonomi daerah dan ketenagakerjaan di tengah pandemi," tutur Dwiatmoko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News