Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan batubara di tahun depan tetap menguat. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia melihat tahun depan diprediksi akan ada penambahan permintaan yang didorong dengan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara.
Selain itu, Hendra melihat, permintaan batubara juga ditunjang oleh faktor kebutuhan setiap negara untuk mencapai pemulihan ekonomi. Kemudian, adanya pembangkit listrik baru yang akan beroperasi di tahun depan. Adapun dari segi keekonomian, nilai batubara lebih kompetitif dibandingkan sumber energi lainnya.
"Kami memperkirakan permintaan dari Tiongkok akan terus bertambah dikarenakan harga batubara impor yang lebih ekonomis dibandingkan batubara domestik. Khususnya, kenaikan permintaan dari Tiongkok terhadap batubara Indonesia, dikarenakan kualitas dan kedekatan geografisnya," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (2/12).
Selain itu, lanjut Hendra, APBI juga memperkirakan adanya kenaikan permintaan dari negara Asia Selatan dan Asia Tenggara yang didorong dengan pertumbuhan ekonomi dan adanya beberapa pembangkit baru yang akan beroperasi.
Baca Juga: Prospek ekspor batubara dinilai masih tetap kuat pada tahun 2022
Tak hanya dari luar negeri, Hendra juga melihat, permintaan batubara dari dalam negeri juga akan signifikan baik dari sektor kelistrikan maupun industri.
Untuk menangkap peluang tersebut, Hendra mengatakan, anggota APBI tetap mengupayakan supply yang terus berlanjut terhadap semua kontrak yang sudah dijalankan. Namun, di sisi lain, tantangan yang masih dihadapi perusahaan batubara saat ini ialah curah hujan yang tinggi.
Pada kesempatan sebelumnya, Hendri Tan, Deputy Chairman Indonesia Coal Miners Association (ICMA) juga melihat bahwa permintaan batubara di tahun depan tetap kuat. "Dari sisi demand kita perkirakan tahun depan akan meningkat kurang lebih 5%," jelasnya dalam acara webinar, Rabu (1/12).
Kendati ada peningkatan permintaan, Hendri juga menyoroti persoalan dari sisi supply karena di tahun depan pihaknya masih melihat ketersediaan alat berat dan kesulitan pendanaan akan mengganggu produksi.
Jika melihat horizon yang lebih panjang, konsumsi batubara di masa yang akan datang akan berkurang seiring dengan beralihnya sumber energi pembangkit ke energi baru dan terbarukan.
Baca Juga: ABM Investama (ABMM) raup laba bersih sebesar US$ 94,45 juta pada kuartal III 2021
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif bilang, diproyeksikan akan terjadi penurunan permintaan batubara di 2050 disebabkan oleh pengetatan peraturan lingkungan khususnya pembangkit listrik serta peningkatan penggunaan EBT sebagai sumber energi primer.
Senada dengan itu, Koordinator Pengawasan Operasi Produksi dan Pemasaran Batubara Ditjen Minerba, Dodik Ariyanto mengatakan, menurut informasi yang dia peroleh, penggunaan batubara untuk pembangkit direncanakan akan berakhir pada 2060.
"Namun demikian kami masih menunggu dokumen resmi maupun kebijakan resmi terkait dengan pengurangan batubara tersebut. Tentu kebijakan yang disusun oleh ESDM tidak dapat dilepaskan dari kebijakan energi nasional yang saat ini sedang disusun," jelasnya.
Dodik menerangkan, kebijakan batubara tidak bisa dilepaskan dari cukup banyaknya cadangan dan sumber daya yang tersedia saat ini, yakni sebanyak 39 miliar ton cadangan batubara.
Tingkat produksinya sekitar 600 juta ton sampai dengan 700 juta ton dan diperkirakan cadangan batubara Indonesia sampai dengan 2045 masih ada 22 miliar ton. Angka ini dapat berubah sewaktu-waktu jika ditemukan sumber baru lainnya.
"Hal ini tentunya perlu dipertimbangkan, bahwa industri batubara saat ini masih diharapkan sebagai salah satu pendorong ekonomi nasional," kata Dodik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News