Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) bersiap menaikkan harga lahan di kawasan industri Subang Smartpolitan tahun ini. Hal itu menyusul masuknya investor besar asal Tiongkok, BYD, yang dinilai membawa efek domino terhadap permintaan dan nilai lahan di kawasan tersebut.
Menurut Erlin Budiman, VP of Investor Relations & Corporate Communications SSIA, tren harga lahan di Subang menunjukkan arah kenaikan, terutama karena peningkatan minat dari investor global, khususnya dari sektor otomotif dan elektronik.
“Tahun ini kami targetkan harga lahan bisa naik ke kisaran USD 110–120 per meter persegi, naik dari rata-rata tahun lalu yang masih di bawah USD 100–120. Bahkan, permintaan pasar saat ini sebenarnya sudah mencapai USD 125 per meter persegi,” ujar Erlin saat diskusi dengan media di Jakarta, Selasa (23/4).
Baca Juga: Surya Semesta Internusa (SSIA) Targetkan Pendapatan Naik 8% di Tahun 2025
Erlin menjelaskan bahwa sejak awal pengembangan kawasan Subang, harga lahan dijual lebih kompetitif untuk menarik tenant pertama. Salah satu tenant awal, Formulaan, mendapatkan harga sekitar USD 110 per meter persegi untuk pembelian lahan seluas dua hektare.
“Waktu itu market belum terbentuk, kawasan masih dalam tahap awal pembangunan. Jadi kita belum bisa kasih harga terlalu tinggi. Tapi sekarang, dengan BYD masuk dan minat investor meningkat, kami yakin harga bisa disesuaikan ke atas,” katanya.
Masuknya BYD, produsen kendaraan listrik global, menjadi game changer bagi kawasan industri Subang. BYD bahkan disebut sempat mengajukan harga pembelian lahan hingga USD 200 per meter persegi, menandakan nilai strategis kawasan tersebut ke depan. Saat ini, 18 hektare lahan sudah resmi ditandatangani BYD, dengan potensi ekspansi lebih lanjut.
Baca Juga: Kebakaran Glodok Plaza Minim Efek untuk Surya Semesta Internusa (SSIA)
Selain BYD, sejumlah investor lain dari sektor elektronik, garmen, mainan, hingga farmasi juga menunjukkan minat untuk masuk ke Subang. Erlin menyebutkan bahwa China masih menjadi sumber investor paling dominan sejauh ini.
“China masih paling agresif. Untuk saat ini belum ada negara lain yang mendekati dalam hal skala dan keberanian investasi,” pungkasnya.
Baca Juga: Surya Semesta Internusa (SSIA) Targetkan Pertumbuhan 5% pada 2025, Ini Strateginya
Selanjutnya: Profil Dio Novandra, Calon Suami Megawati Hangestri yang Bikin Netizen Penasaran
Menarik Dibaca: Harga Emas Tergelincir Dua Hari, Ketegangan Perang Dagang Mereda
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News