Reporter: Agung Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) yang baru dirilis (28/12), sampai November 2017 penjualan domestik semen meningkat signifikan. Diharapkan dalam beberapa tahun mendatang kondisi kelebihan suplai (oversupply) semen dapat teratasi.
Laporan ASI di Januari-November 2017 tercatat, permintaan semen domestik mencapai 60,55 juta ton, atau naik 7,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Agung Wiharto, Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) optimistis bahwa sampai akhir tahun angka pertumbuhan 7% dapat terealisasi.
Agung mengatakan, memang Desember ini penjualan tidak bakal sebesar bulan-bulan sebelumnya. "Di kuartal keempat dan pertama biasanya relatif lebih rendah dibanding dengan kuartal dua dan tiga," kata Agung kepada Kontan.co.id, Kamis (28/12).
Namun proyek infrastruktur yang dikebut dipercaya bakal menstimulus permintaan akan semen. Menilik data ASI, hampir semua wilayah Indonesia mengalami pertumbuhan permintaan, kecuali Kalimantan dan Sulawesi.
Sampai November 2017, penjualan di Kalimantan turun 2,8% menjadi 3,74 juta ton, sedangkan Sulawesi turun 1,9% dari 4,95 juta ton di periode sama tahun lalu menjadi 4,86 juta ton. Pertumbuhan permintaan paling tinggi masih berasal dari Jawa, yakni 12,2%.
Total volume penjualan semen di Jawa di sebelas bulan pertama 2017 ini mencapai 34,27 juta ton. Hampir separuh penjualan berasal dari regional Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jawa Tengah yang mempunyai porsi 24% dari total volume penjualan semen di Jawa tumbuh paling tinggi 17,4% menjadi 8,23 juta ton. Sementara permintaan di semen Jakarta, hanya tumbuh 4,2% dari 4,29 juta ton sampai November 2016 menjadi 4,47 juta ton di periode yang sama tahun ini.
Dengan pertumbuhan tiap tahunnya 5%-8%, Agung memprediksi, kelebihan suplai dapat teratasi di 2021-2022. Menurut dia, produsen semen tidak bisa serta merta menaikkan permintaan produk mereka, sebab semen bukan barang jadi yang akan selalu dicari.
"Semen tidak bisa create konsumsi. Semen dibeli kalau ada proyek, jadi ke depannya bisnis sangat bergantung pada kinerja ekonomi dalam negeri," urai Agung. Rasa nyaman dan aman pengusaha untuk berinvestasi di 2018 juga akan menentukan bisnis semen selanjutnya.
Sampai November 2017 penjualan domestik SMGR tumbuh 5,2% menjadi 24,73 juta ton, atau menguasai lebih dari 40% pangsa pasar semen nasional. Berdasarkan laporan keuangan kuartal ketiga 2017, SMGR mencatat kenaikan pendapatan sebesar 7,7% menjadi Rp 20,55 triliun hingga akhir kuartal ketiga lalu. Di periode yang sama tahun lalu, perusahaan hanya mencatat pendapatan sebesar Rp 19,08 triliun.
Tapi, meningkatnya perolehan pendapatan Semen Indonesia belum mampu mendongkrak perolehan laba SMGR pada akhir September tahun ini. Laba emiten semen ini anjlok 50,16% menjadi Rp 1,46 triliun dari Rp 2,93 triliun di tahun lalu.
PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) optimistis penjualannya di akhir tahun ini bakal sesuai dengan target awal walaupun libur akhir tahun akan berdampak kepada aktivitas produksi dan distribusi semen. "Kuartal empat ini bisa lebih baik dari kuartal tiga karena di bulan Oktober dan November volume penjualan kami tinggi," ujar Antonius Marcos, Sekretaris Perusahaan INTP kepada Kontan.co.id, Kamis (28/12).
Antonius menambahkan, bahwa di kedua bulan itulah masa penjualan dirasakan meningkat signifikan di tahun ini. INTP optimistis sampai dengan akhir tahun pertumbuhan volume penjualannya bisa sekitar 6%-7%, dengan total produksi mencapai 17 juta ton. "Adapun sampai November kemarin (volume penjualan) lebih dari 15 juta ton," sebut Antonius.
Jika dibandingkan dengan total penjualan domestik semen sampai November tahun ini, maka pangsa pasar INTP saat ini berkisar 25%. Sekadar catatan, kapasitas produksi pabrik INTP saat ini mencapai 24,9 juta ton. Dengan proyeksi produksi mencapai 17 juta ton tahun ini, maka utilitas pabrik berada di kisaran 68%.
Di tahun 2018 Indocement memasang target pertumbuhan yang konservatif, sekitar 5%-6%. Sedangkan, melihat kinerja keuangan kuartal-III 2017, pendapatan INTP masih menurun 7,5% yoy menjadi Rp 10,51 triliun.
Laba INTP pun turun 55,31% menjadi Rp 1,41 triliun. Antonius mengatakan, laba turun disebabkan oleh penurunan harga jual yang tidak bisa perusahaan hindari akibat persaingan di pasar yang ketat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News