Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law akan kembali dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, termasuk untuk sektor pertambangan mineral dan batubara (Minerba). Beleid ini cukup penting lantaran akan menambah, menghapus, dan mengubah beberapa pasal dalam UU Minerba No. 4 Tahun 2009 yang notabene sedang direvisi.
Pengamat Hukum Pertambangan dan Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai, salah satu poin krusial di dalam RUU Cipta Kerja Pertambangan Minerba yang perlu segera dibahas secara komprehensif baik oleh DPR dan pemerintah adalah proses perpanjangan Kontrak Karya dan Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Baca Juga: Angka kemiskinan berpotensi membesar, ini langkah yang dilakukan pemerintah
Di dalam pasal 75 UU Minerba No 4/2009, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mendapat prioritas dalam memperoleh IUPK. Sedangkan Badan Usaha Swasta mesti melaksanakan lelang wilayah IUPK untuk mendapatkan izin tersebut.
RUU Cipta Kerja tidak menghapus ataupun mengubah pasal tersebut. Namun, terdapat penambahan berupa pasal 169 A di bagian ketentuan peralihan. Terdapat dua poin pembahasan di dalam pasal tersebut.
Pertama, KK dan PKP2B yang belum memperoleh perpanjangan dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus pertama sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang. Hal ini dapat dilakukan setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara.
Kedua, KK dan PKP2B yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan kedua sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang. Sama seperti sebelumnya, hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara.
Baca Juga: Staf Khusus Jokowi minta maaf karena surati camat bantu perusahaannya perangi corona\
Redi menilai, status KK dan PKP2B yang hendak diperpanjang sangat krusial dalam pembahasan RUU Cipta Kerja sektor minerba. Terlebih, ketika pembahasan poin tersebut di ranah pemerintah sudah cukup alot. Makanya, DPR RI diharapkan dapat melanjutkan pembahasan poin ini sebaik dan seserius mungkin.
“Standing position DPR harus jelas ketika membahas ini. Jangan sampai terkesan pragmatis karena memperpanjang PKP2B tanpa keterlibatan perusahaan BUMN,” ujar Redi yang juga anggota tim perumus Omnibus Law, Selasa (14/4).
Menurutnya, RUU Cipta Kerja harus selaras dengan UUD 1945. Ini mengingat dalam pasal 33 UUD 1945 disebut bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. “Peran BUMN harusnya diperkuat melalui Omnibus Law sektor minerba,” tutur dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, pihaknya mewakili PKP2B menyerahkan kepastian perpanjangan kontrak tersebut kepada pemerintah.
Baca Juga: Unjuk rasa besar akan terjadi jika pembahasan RUU Cipta Kerja tetap dilanjutkan
Dia berharap pemerintah maupun stakeholder terkait penyusun RUU Cipta Kerja bisa menghormati kontrak yang dimiliki oleh para pemegang PKP2B. Pasalnya, izin PKP2B telah dikeluarkan jauh sebelum penerbitan UU Minerba No 4/2009. “Pemerintah juga bagian dari PKP2B itu sendiri karena ikut tanda tangan di dalamnya. Seharusnya bisa ada kepastian ke depan,” ungkap dia, hari ini.
Lebih lanjut, percepatan pembahasan RUU Cipta Kerja sektor Minerba juga diperlukan agar tidak ada lagi kasus seperti tambang Tanito Harum yang kini tak bertuan akibat perizinannya tidak diperpanjang, namun juga belum diurus kelanjutan nasib wilayah tambangnya. Sebagai informasi, saat ini ada beberapa PKP2B yang izinnya akan berakhir di tahun ini dan beberapa tahun ke depan.
Di antaranya PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia pada 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama pada 1 April 2022, PT Adaro Indonesia pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal pada 26 April 2025.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News