Reporter: Filemon Agung | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan berpotensi direvisi.
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengungkapkan kemungkinan revisi Perpres ini muncul dalam diskusi Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) bersama KPK dan sejumlah pemerintah daerah.
Nantinya, pengembangan Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL) alias Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) tak lagi menjadi opsi utama. "Untuk yang proyeknya masih lama (akan) dimungkinkan untuk menggunakan metode pengolahan sampah menjadi pellet Refuse Derived Fuel (RDF)," terang Pahala kepada Kontan.co.id, Jumat (25/6).
Pahala menambahkan, pengembangan pellet RDF dapat digunakan untuk dicampurkan dengan batubara sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Baca Juga: Smelter FeNi dan NPI bakal dibatasi, Kementerian ESDM susun peta hulu hingga hilir
Sebelumnya, KPK dalam kajiannya menyarankan dilakukan revisi terhadap beleid yang ada. Apalagi, proyek PLTSa dinilai berpotensi membebani pemerintah daerah dan juga PLN.
KPK dalam kajiannya berpendapat ketimbang dilanjutkan dan membebani pemda serta PLN maka proyek ini sebaiknya dialihkan pada pengembangan cofiring yakni pencampuran sampah yang diolah menjadi pelet untuk dicampur dengan batubara.
Langkah ini dinilai lebih realistis pasalnya kendala dana tidak akan sulit ditemui. Apalagi sejumlah pihak seperti Pemerintah dan PLN telah melakukan penelitian dan ujicoba pada teknologi ini.
Adapun, demi memastikan rencana pengembangan pellet RDF, pertemuan lanjutan disebutkan akan dilakukan 10 hari mendatang dengan melibatkan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) demi menuntaskan kendala pembiayaan dalam proyek RDF.
Pahala mengungkapkan, kebutuhan pendanaan untuk investasi pemda pada proyek RDF mencapai Rp 400 miliar untuk skala besar. "Hitungan KPK pinjaman sekitar Rp 400 miliar nanti pembayaran dari hasil pengolahan pellet yang diserap," imbuh Pahala.
Pahala menambahkan, pihaknya juga telah melakukan rangkaian pertemuan dengan sejumlah pemerintahan daerah yang berdekatan dengan lokasi PLTU.
Baca Juga: Perpres PLTSa bakal direvisi, begini potensi pellet RDF yang jadi alternatif
Dari pertemuan tersebut, pengolahan sampah menjadi pellet RDF pun dipastikan bisa terserap oleh PLTU-PLTU yang ada. Kendati demikian, proyek ini pun dinilai memang tak feasible jika dilakukan pemerintah daerah yang tidak dekat dengan lokasi PLTU mengingat tingginya biaya angkut yang harus ditanggung.
Asal tahu saja, ada 15 Proyek PLTSa di 12 daerah yang masuk dalam Perpres 35/2018.
Dari sejumlah proyek tersebut, baru PLTSa Benowo (Surabaya) yang beroperasi secara komersil sementara sisanya masih berproses.
Adapun, lima proyek telah memiliki kepastian pengembang yakni Kota Surakarta dengan pengembang PT Solo Citra Metro Plasma Power, Provinsi DKI Jakarta – Zona Utara (ITF Sunter) dengan pengembang PT Jakarta Solusi Lestari, Provinsi DKI Jakarta – Zona Barat dengan pengembang PT Jakpro yang bermitra dengan WIKA dan Indoplast dan Kota Tangerang dengan pengembang PT Tangerang Nusantara Global yang bermitra dengan PT Oligo Infrastruktur Indonesia serta Kota Palembang dengan PT Indo Green Power.
Dari jumlah tersebut, sudah ada dua pengembang yang memiliki perjanjian jual beli listrik (PJBL) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yaitu PT Solo Citra Metro Plasma Power dan PT Jakarta Solusi Lestari.
Baca Juga: Kementerian ESDM targetkan co-firing biomassa tambah bauran energi hingga 3%
Sementara itu, tiga proyek lainnya yakni di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta (Zona Timur) dan DKI Jakarta (Zona Selatan) kini tengah melaksanakan proses lelang.
Selanjutnya, enam proyek lainnya kini dalam tahapan persiapan lelang atau penyusunan prefeasibility study. Keenam proyek terletak di Tangerang Selatan, Makassar, Semarang, Bali, Bekasi dan Sulawesi Utara.
Selain termuat dalam Perpres, 15 Proyek PLTSa dengan kisaran total kapasitas mencapai 240 MW ini juga berpotensi masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang kini tengah disusun.
Selanjutnya: Menko Luhut: Tangani sampah, fasilitas RDF akan dibangun di 34 titik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News