Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wakilnya Jusuf Kalla (JK) berencana akan menaikan harga Bahan Bakar Minyak pada awal bulan November. Saat ini Pertamina selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tinggal menunggu perintah dalam menaikkan harga BBM.
“Kita kan BUMN, hanya tinggal tunggu tanggal naiknya kapan, nanti baru kita umumkan saja kan,” kata Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution PT Pertamina Suhartoko kepada KONTAN, Selasa (23/4).
Saat ini, Suhartoko tak bisa menyebutkan berapa kenaikan harga BBM yang akan dinaikan sesuai permintaan Pertamina. Ia bilang, keputusan harga bukan ada di tangan Pertamina tetapi di tangan Pemerintah yang baru ini.
Harga ke ekonomian BBM bervariasi kata Suhartoko, harga premium yang disubsidi sebesar Rp 6.500 per liter, sementara harga pertamax dan BBM nonsubsisi yang didistribusikan Pertamina sebesar Rp 11.000 per liter. “Bahkan harga solar bersubsidi yang sebesar Rp 5.500 per liter, jauh dibawah harga solar nonsubsidi, Pertamina Dex yang mencapai Rp 13 ribu per liter,” jelasnya.
Ia menjelaskan, dengan kenaikan harga BBM mampu mengurangi pemakaian BBM subsidi, pasalnya, harga BBM subsidi dan nonsubidi hampir mendekati harga ke ekonomia. "Jika melihat pengalaman tahun lalu, kenaikkan harga BBM subsidi dapat menekan konsumsi cukup banyak, orang mau berhemat sedikit. Memang konsumsi tetap naik 3,6% tapi dapat ditekan, karena tiap tahun jumlah kendaraan terus bertambah, tapi setidaknya jika harga naik, pemakaian BBM tidak setajam seperti saat ini," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Program Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agus Cahyono Adi mengatakan, rencana kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintahan baru mendatang dinilai perlu mendekati harga keekonomian.
Ia menilai, dari sisi pembinaan pasokan BBM, sebisa mungkin kenaikan harga mendekati nilai keekonomian.“Namun dari sisi kebijakan perekonomian, pemerintah harus tetap memperhatikan daya beli masyarakat," katanya.
Menurut Agus, penentuan harga BBM bersubsidi, baik jenis premium maupun solar dapat ditetapkan setelah mendapat persetujuan di sidang kabinet setelah melihat seluruh aspek sosial ekonomi. “Keputusan kenaikan harga juga harus berdasarkan semua komponen atau kementerian, tak hanya Kementerian ESDM, dan Kementerian Perekonomian,” terangnya.
Kenaikan harga, lanjut dia, dipastikan akan langsung berdampak pada konsumsi BBM bersubsidi. Pasalnya, selisih antara harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi sudah tidak terlalu jauh. "Dengan lebih kecilnya selisih antara harga BBM bersubsidi dengan keekonomian akan mengurangi penyalahgunaan BBM bersubsidi dan ada penghematan konsumsi," katanya
Agus menekankan, program pembatasan konsumsi BBM bersubsidi tahun depan masih dijalankan, tentunya dengan lebih tepat sasaran. "Dengan kuota volume yang lebih kecil, kebijakan pengendalian seperti Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013 tetap dijalankan, program pengendalian untuk mengarahkan subsidi tepat sasaran," tegasnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News