Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina berpotensi mengalami kerugian akibat penjualan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi sepanjang tahun 2021.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, mengacu pada volume penjualan tahun 2021 maka potensi kerugian Pertamina dari penjualan BBM Ron 90 mencapai Rp 37 triliun hingga Rp 97 triliun.
Sementara itu, kerugian dari penjualan BBM RON 92 mencapai Rp 14 triliun sampai Rp 20 triliun. "Potensi kerugian atau selisih nilai penjualan kedua jenis BBM tersebut dibandingkan dengan badan usaha lain mencapai Rp 51 triliun sampai Rp 117 triliun," kata Komaidi, Rabu (2/2).
Komaidi menyebutkan, saat ini harga jual BBM nonsubsidi Pertamina lebih rendah ketimbang badan usaha lain. Ia mencontohkan, Pertamina menjual bensin RON 90 seharga Rp 7.650 per liter dan bensin RON 92 sebesar Rp 9.000 per liter.
Baca Juga: Pemerintah Berencana Siapkan Kompensasi untuk Pertalite Hingga Rp 30 Triliun
Sementara, harga jual RON 90 badan usaha lain ada di kisaran Rp 9.500 per liter hingga Rp 12.500 per liter. Untuk RON 92 dijual dengan kisaran Rp 11.900 per liter hingga Rp 13.000 per liter.
Selain itu, secara umum rata-rata harga jual BBM di Indonesia tercatat lebih rendah dibandingkan rata-rata harga jual BBM di dunia.
Komaidi melanjutkan, di tengah kondisi ini, harga minyak dunia terus menunjukkan tren kenaikan. Pada akhir Desember 2020 harga minyak jenis WTI dan Brent masing-masing US$ 48,35 per barel dan US$ 51,22 per barel.
Sedangkan pada akhir Desember 2021, harga kedua jenis minyak tersebut meningkat menjadi masing-masing US$ 75,33 per barel dan US$ 77,24 per barel. Kenaikan harga ini bahkan terus belanjut hingga awal tahun 2022.
Komaidi memperkirakan, harga minyak dunia akan tetap bertahan dilevel tinggi hingga akhir tahun 2022. Faktor pendorongnya yakni dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi yang lebih cepat ketimbang penambahan produksi minyak.
"Mencermati perkembangan yang ada, harga BBM nonsubsidi terutama untuk BBM yang dijual oleh BUMN (Pertamina) menjadi cukup berdasar jika kemudian disesuaikan. Hal tersebut karena sejumlah faktor pembentuk harga BBM mengalami peningkatan," kata Komaidi.
Komaidi melanjutkan, porsi minyak mentah dalam komponen pembentuk harga BBM mencapai 50% hingga 60%.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan Harga Pertalite Tidak Akan Naik Dalam 6 Bulan ke Depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News