Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan energi yang bergerak di sektor batubara dan migas terus memacu diversifikasi bisnis ke energi bersih. Strategi ini dilakukan untuk menjaga kelangsungan bisnis di tengah perubahan dunia yang sedang bergerak melaksanakan transisi energi.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melakukan strategi transformasi bisnis dengan meningkatkan portofolio pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan dan pengembangan hilirisasi batubara menjadi dimethyl ether (DME).
Sekretaris Perusahaan PTBA, Apollonius Andwie memaparkan, proyek hilirisasi batu bara menjadi DME akan dilakukan di Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE). Saat ini kawasan tersebut sedang disiapkan untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Baca Juga: Krakatau International Port Mencuil Peluang Pengembangan Bisnis dari Transisi Energi
“Sesuai dengan jadwal yang ada, saat ini berada dalam tahap pekerjaan persiapan setelah dilakukan ground breaking pada Januari yang lalu. Diharapkan pembangunan fisik dapat mulai berjalan pada tahun 2023,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (28/9).
Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG sebesar 1 juta ton per tahun.
Selain itu, Bukit Asam juga tengah ekspansi ke sektor energi baru dan terbarukan. Salah satu wujud pengembangannya yakni PTBA bersama PT Jasa Marga Tbk bekerja sama dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di jalan tol Jasa Marga Group. Adapun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tersebut dibangun di Jalan Tol Bali-Mandara yang berkapasitas 400 Kilowatt-peak (kWp).
Sebelumnya, PTBA juga telah membangun PLTS di Bandara Soekarno Hatta bekerja sama dengan PT Angkasa Pura II. PLTS tersebut terdiri dari 720 solar panel system dengan photovoltaics berkapasitas maksimal 241 kilowatt-peak (kWp) dan terpasang di Gedung Airport Operation Control Center (AOCC). PLTS beroperasi penuh pada 1 Oktober 2020.
Strategi serupa juga dilaksanakan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). Head of Corporate Communication Adaro Energy (ADRO) Febrianti Nadira menjelaskan Adaro terus berupaya mengembangkan dan mendiversifikasi bisnis di luar industri batu bara.
“Kami juga mentransformasi bisnis menjadi perusahaan yang lebih berkelanjutan melalui green initiative jangka panjang untuk menangkap peluang pertumbuhan di ekonomi hijau,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (27/9).
Baca Juga: PLN Gandeng Jepang dan China Kerja Sama Teknologi EBT
Febrianti memaparkan, pihaknya menyelaraskan strategi dengan kebutuhan global dan hal ini pun sejalan dengan strategi Indonesia untuk meningkatkan aktivitas pemrosesan dan hilirisasi.
Dia menjelaskan, melalui anak usaha perusahaan PT Adaro Indo Aluminium yang merupakan anak perusahaan dari PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dalam proses pengembangan smelter aluminium di kawasan industri PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) Kalimantan Utara. Proyek ini menelan nilai investasi keseluruhan termasuk pembangkit listrik mencapai US$ 2 miliar di tahap pertama yang berkapasitas 500.000 ton/tahun
Selain mendorong pengolahan aluminium, ADRO juga sedang mempelajari berbagai alternatif dan terus melakukan studi untuk peningkatan nilai tambah batubara termasuk lewat gasifikasi.
Di sisi lain, ADRO melalui anak usahanya PT Adaro Power juga merambah ke energi terbarukan. Dharma Djojonegoro, Presiden Direktur Adaro Power menjelaskan pembangkit listrik Adaro Power tidak akan terbatas pada PLTU saja.
Sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan pembangkit listrik dari sumber terbarukan, Adaro Power aktif mencari dan memperluas portfolio proyek energi terbarukan untuk mendapatkan bauran energi yang seimbang dengan terus mempelajari proyek-proyek tenaga terbarukan, misalnya biomassa, tenaga angin, dan panel surya, untuk mendiversifikasikan bauran energinya dan mendukung PLN melalui prakarsa proposal dan tender.
Melalui anak usaha PT Adaro Power, PT Makmur Sejahtera Wisesa (MSW) Adaro telah mengembangkan pemanfaatan tenaga surya di area pelabuhan tambang batu bara milik Adaro Indonesia (AI) di Kelanis, Kalimantan Tengah.
Baca Juga: Bayang-bayang Krisis Energi di Tengah Tantangan Investasi Migas
Asal tahu saja, sejak tahun 2018, MSW membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sistem rooftop atau atap dengan kapasitas 130 kWp di Kelanis. PLTS ini melayani kebutuhan listrik di area tambang Adaro Indonesia.
Setelah berhasil dalam pembangunan dan pengoperasian PLTS atap 130 kWp, MSW melakukan pengembangan dengan menambahkan kapasitas 468 kWp PLTS dengan sistem terapung (floating) di Kelanis. Estimasi produksi listrik sekitar 618 ribu kWh per tahun atau setara dengan pengurangan Emisi CO2 515 ton per tahun. PLTS terapung di Kelanis menjadi PLTS terapung terbesar di Indonesia untuk saat ini.
Tidak hanya perusahaan batubara, perusahaan migas juga turut mengarahkan haluan bisnisnya ke sektor energi bersih.
PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) semakin memperbesar kontribusi bisnisnya dari sektor gas karena gas bumi akan diandalkan untuk menjembatani transisi energi. Sejalan dengan itu, permintaan gas akan terus meningkat.
Direktur Utama MEDC, Hilmi Panigoro mengungkapkan saat ini 75% produksi Medco berasal dari gas atau sebanyak 120.000 barrel oil equivalent per day (BOEPD). Adapun produksi minyak saat ini sebesar 40.000 barel oil per day (BOPD).
Melihat permintaan gas yang akan terus meningkat serta komposisi cadangan gas yang lebih melimpah dibandingkan minyak, ke depannya Hilmi mengakui produksi gas akan semakin dominan.
“Kami selalu melihat peluang itu (akuisisi blok gas), jadi untuk tumbuh kan ada dua macam, organik melalui eksplorasi dan anorganik dengan akuisisi. Dua-duanya kita lihat,” kata Hilmi saat ditemui di JCC Senayan beberapa waktu yang lalu.
Di sisi lain, melalui anak usahanya yang bergerak di sektor ketenagalistrikan, PT Medco Power Indonesia terus mencari peluang bisnis di sektor energi terbarukan.
Baca Juga: Transisi ke EBT, KAI Resmikan Pemasangan Solar Panel di Stasiun dan Perkantoran
Misalnya saja di sektor panas bumi, Medco Power Indonesia melalui anak perusahaan yang dimiliki 100% PT Medco Cahaya Geothermal sedang mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Blawan Ijen 110 MW di Blawan Ijen, Jawa Timur, Indonesia.
Selain itu Medco Power juga mengembangkan pembangkit tenaga surya. Baru-baru ini Medco Solar Sumbawa bersama dengan Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) sedang mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan skala captive utility (26 MWp) yang merupakan diklaim terbesar di Indonesia. Pengurangan biaya listrik untuk operasi dan pengurangan CO2 yang dihasilkan adalah sekitar 40.000 ton/tahun.
Sampai dengan semester I 2022, Medco Power menghasilkan penjualan sebesar 1.962 GWh, dengan 22% dari sumber energi terbarukan. Penjualan listrik meningkat 45% dari tahun-ke-tahun dengan kontribusi dari PLTGU Riau 275MW yang mulai beroperasi pada Februari 2022 dan PLTS Sumbawa 26MWp yang mulai beroperasi pada Juni 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News