kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani Sebut Harga TBS Sawit Masih Rendah, Ini Penyebabnya


Selasa, 26 Juli 2022 / 20:27 WIB
Petani Sebut Harga TBS Sawit Masih Rendah, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Pekerja memanen kelapa sawit di Bogor, Senin (1/6). KONTAN/Baihaki/1/6/2020


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pencabutan pungutan ekspor disebut belum mengakhiri keresahan petani kelapa sawit. Serapan tandan buah segar (TBS) sawit yang masih rendah yang berimbas pada anjloknya harga TBS hingga saat ini menjadi pukulan berat bagi petani sawit.

Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Marr'ie Andi Muhammadyah mengatakan serapan TBS sawit belum optimal atau pulih seperti sebelum adanya pelarangan ekspor CPO.

Hal ini merupakan imbas dari stok minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang masih menumpuk di tangki-tangki penampungan Pabrik Kelapa sawit (PKS) akibat larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.

"Menurut info PKS, tidak optimal untuk mengeluarkan CPO diakibatkan kesulitan sarana angkutan yaitu kapal untuk mengangkut CPO, karena saat larangan ekspor banyak kapal-kapal pengangkut berpindah ke angkatan lainnya dan melakukan kontrak panjang," kata dia dalam keterangannya, Selasa (26/7).

Baca Juga: Perajin Tahu Tempe Pakai Kedelai Kualitas Rendah, Efek dari Minimnya Produksi Lokal

Selain itu, pria yang akrab disapa Mdy Sappo ini juga mengeluhkan harga TBS petani yang masih jauh dari harapan karena masih sedikit PKS yang mau menampung TBS petani akibat tangki-tangki di pabrik-pabrik tersebut yang masih penuh.

Dia menjelaskan, saat meskipun harga CPO sudah rendah atau turun hingga 40% dari harga sebelum larangan ekspor berlaku dan pungutan ekspor atau levy sudah nol persen, namun belum bisa mengangkat harga TBS di tingkat petani. Ini salah satunya disebabkan oleh masih tingginya bea keluar yang diterapkan pemerintah untuk ekspor CPO.

"Sebab bea keluar masih sangat tinggi yaitu dan ini dibebankan pada harga TBS petani di mana sebelum harga CPO tertinggi pernah di kisaran US$ 2.000 per MT," katanya.

"Sekarang jatuh di kisaran US$ 1.185 per MT, nah jika dikenakan bea keluar sebesar US$ 288 per MT artinya harganya hanya US$ 897 per MT. Yang US$ 288 dibebankan pada harga TBS petani," jelas dia.

Baca Juga: Bidik Kenaikan Penjualan Hingga 50%, Ini Strategi Segar Kumala Indonesia

Oleh sebab itu, untuk mendongkrak ekspor CPO lebih cepat, petani meminta agar pemerintah juga mencabut bea keluar CPO. Dengan demikian diharapkan bisa membuat tangki-tangki di PKS segera kosong dan bisa membuat serapan TBS sawit meningkat. Pada ujungnya, akan membuat harga TBS sawit petani melonjak ke level normal.

"Cabut bea keluar CPO supaya bisa meningkatkan harga TBS Petani meningkat tidak seperti saat ini," tutup dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×