kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani sulit beli saham perusahaan sawit


Kamis, 07 November 2013 / 22:56 WIB
Petani sulit beli saham perusahaan sawit
ILUSTRASI. Pelajar Anak Sabang Merauke (ASM) mendengarkan penjelasan tentang dealing room di Global Market saat melakukan kunjungan ke Permata Bank Jakarta, Jumat (13/7). pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/13/07/2018.


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

BANDUNG. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asmar Arsjad, mengatakan petani-petani kelapa sawit sulit membeli saham perusahaan kelapa sawit.

"Mayoritas petani belum sangguplah, beli pupuk saja sulit," ujarnya di sela-sela Sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, Grand Hotel Aquila, Pasteur, Bandung, Kamis (7/11).

Sekitar 42% dari total luas kebun sawit nasional yang seluas 9,2 juta hektare, kebun milik rakyat sebesar 3,8 juta hektare. Petani rata-rata memiliki 0,5 hektare hingga 15 hektare kebun sawit. "Namun, yang paling banyak yang punya dua hektare ke bawah, sekitar 80%," katanya.

Asmar mengklaim belum ada petani sawit di Indonesia yang memiliki saham di perusahaan sawit. Permen Nomor 98 ini, sebenarnya, membuka peluang untuk petani sawit untuk memiliki saham, yakni aturan soal perusahaan yang memiliki pabrik sawit tapi tak mempunyai lahan sawit.

"Melalui Permen itu, perusahaan harus memiliki 20% bahan baku dari kebun sendiri. Bila tidak ada kebun sendiri, boleh bermitra dengan petani dan koperasi tanpa mengganggu kemitraan yang sudah ada," ujar Asmar.

Perusahaan sawit itu, ucapnya, harus menjual saham ke petani jika masih ingin beroperasi. Bagi Asmar, aturan itu belum lengkap. "Bagaimana bila petani tidak sanggup membeli saham saat pengusaha menjual saham?" katanya.

Menurutnya, perlu ada petunjuk operasional. Namun, imbuh Asmar, biro hukum Kementan mengatakan petunjuk operasional soal itu tidak perlu ada tapi cukup diselesaikan bersama kala ada masalah. "Ini kan multi tafsir dan tidak ada kepastian," ujarnya. (Tribunnews.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×