Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga karet internasional kembali menurun. Berdasarkan pendapat Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo, harga karet saat ini senilai US$ 1,53 per kilogram (kg).
Meskipun harga internasional kerap mengalami perubahan, namun Suharto berpendapat harga ini tidak terlalu berpengaruh pada petani karet Indonesia. Pasalnya, banyak petani karet yang menjual karetnya kepada tengkulak sehingga tengkulak menjadi penentu harga.
"Semua harga itu mengacu kepada harga internasional, di pintu pabrik itu mengikuti harga internasional. Namun yang menjual harga di pintu pabrik itu bukan petani, tetapi tengkulak," tutur Suharto, Rabu (30/8).
Suharto juga menyampaikan bahwa penetapan harga antara petani dan tengkulak hanya berdasarkan kesepakatan keduanya. Sementara petani biasanya tidak memiliki akses informasi dimana mereka mampu memantau harga karet. Inilah yang menyebabkan tengkulak bisa menentukan harga karet.
Meski begitu, Suharto juga mengakui hal ini terjadi karena lemahnya kelembagaan yang dimiliki oleh petani. Menurutnya, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan dimana petani harus memiliki Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB). Sayangnya, kesulitan berkelompok ini terdapat pada modal.
"Kesulitannya adalah modal sehingga kalau mereka kalau berkelompok dan menjual langsung, itu harus ada modal transportasi, modal untuk menalangi anggotanya, jadi itu yang jadi masalah. Seharusnya itu UPPB itu dibentuk sebanyak mungkin dan ada akses ke bank untuk membantu modal kerja mereka," tutur Suharto.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Lukman Zakaria mengungkap, hingga saat ini harga karet di tingkat petani sekitar Rp 4.000 hingga Rp 7.000. Menurutnya, harga ini tergolong rendah dibandingkan harga yang didapatkan petani di Malaysia dan Thailand.
"Saya juga tidak tahu mengapa di negara kita rendah. Kalau melihat Malaysia dan Sinapura kalau dirupiahkan harganya mungkin lebih dari Rp 10.000 per kg," tutur Lukman.
Menurut Lukman, pemerintah bisa membantu petani untuk menaikkan harga. Salah satunya adalah dengan membantu menyediakan mesin pengolahan bagi petani, sehingga karet yang dihasilkan petani sudah berupa karet bongkah dengan Standar Indonesia Rubber (SIR) 20.
Lukman juga berpendapat Indonesia seharusnya bisa menyerap karet sendiri, sehingga mengurangi ekspor ke negara lain. "Jadi kita tidak harus ekspor barang mentah. Kita punya bahan baku. Itu yang kita harus punya nyali," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News