Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyayangkan rencana kenaikan harga gas untuk pelanggan non-Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang akan dilakukan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)
Dalam berita sebelumnya, Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) khawatir soal surat yang mereka terima dari PGN yang akan menaikkan harga gas industri pada 1 Oktober 2023 mendatang. Kenaikannya pun cukup signifikan, karena ada yang mencapai US$ 12,31 per MMBTU.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan, dengan kondisi saat ini pun harga gas non-HGBT di Indonesia dinilai kalah saing, bahkan sudah menjadi yang paling mahal dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Jika harga gas non-HGBT dinaikkan, maka daya saing iklim usaha industri nasional akan semakin tidak kompetitif.
“Tidak tertutup kemungkinan potensi investasi di sektor industri pelanggan gas non-HGBT akan lari ke negara tetangga,” ujar Shinta kepada Kontan, Senin (14/8).
Shinta juga menilai, langkah pemerintah yang hendak mengerek harga gas non-HGBT kurang tepat. Sebab, dalam 3—4 bulan terakhir harga Liquefied Natural Gas (LNG) global cenderung stabil dan tidak ada peningkatan berarti seperti yang terjadi pada tahun lalu. Alhasil, Apindo todal melihat adanya urgensi kenaikan harga gas tersebut.
pgBaca Juga: Ini Alasan Harga Gas PGN ke Pelanggan Non-HGBT Naik Mulai 1 Oktober 2023
Di samping itu, Apindo menilai bahwa pertumbuhan ekonomi dan ekspansi bisnis yang ada saat ini sifatnya masih fragile atau mudah terdisrupsi karena tingkat ketidakpastian global yang masih cukup tinggi.
Pelemahan ekonomi global juga masih membebani sektor-sektor usaha manufaktur berorientasi ekspor. Ditambah lagi, Indonesia semakin dekat menuju transisi kepemimpinan yang biasanya dipenuhi aksi wait and see atau stagnansi pertumbuhan kegiatan ekonomi.
Pemulihan lapangan kerja di Indonesia pun masih relaitif lambat dan lebih banyak didominasi oleh sektor informal daripada sektor formal. Ini berarti pelaku industri memiliki tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam melakukan ekspansi usaha.
“Maka dari itu, kami berharap pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut dan sebisa mungkin menunda atau membatalkan kenaikan harga gas non-HGBT,” jelas Shinta.
Apindo menyebut, harga gas industri yang bersaing di Asia Tenggara berada di kisaran US$ 6—7 per MMBTU. Ini berlaku dalam kondisi di mana hampir seluruh negara Asia Tenggara perlu melakukan impor LNG seperti Indonesia.
Baca Juga: Harga Gas PGN ke Pelanggan Non-HGBT Bakal Naik Per-Oktober, Segini Kenaikannya
Justru idealnya Indonesia bisa menciptakan affordability harga gas dibandingkan negara Asia Tenggara lain, karena Indonesia punya potensi produksi dan suplai LNG secara mandiri.
Oleh karena itu, Apindo berharap pemerintah lebih fokus pada upaya reformasi sektor energi agar harga gas nasional bisa berada pada level yang kompetitif secara berkelanjutan. Kenaikan harga gas untuk industri pun seharusnya dibicarakan dan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada para pelaku usaha terdampak.
Jika kenaikan harga gas benar-benar terjadi, Apindo khawatir tidak ada langkah antisipatif yang bisa dilakukan dari sisi pelaku usaha. “Sebab, industri yang memenuhi kebutuhan energinya dari LNG biasanya tidak bisa mensubtitusi dengan jenis energi lain lantaran bisa mempengaruhi perubahan pada mesin produksi,” pungkas Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News