Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan okupansi hotel pada libur lebaran tahun ini. Jika dibandingkan periode lebaran pada tahun 2021, okupansi hotel meningkat berkisar 30-40% yang bervariatif di setiap daerah.
“Ada perbedaan regulasi membuat lebaran tahun ini berbeda, antara lain adalah kebijakan tanpa test covid untuk menggunakan transportasi umum (darat, laut & udara), adanya cuti bersama yang cukup panjang dan tidak dilarangnya ASN untuk berlibur di masa cuti bersama dan lebaran,” ujar Maulana Yusran, Sekjen PHRI kepada Kontan, Minggu (8/5).
Maulana mengatakan, kemudahan kebijakan tersebut telah membuka peluang bagi masyarakat untuk melakukan perjalanan mudik saat lebaran. Momentum lebaran semenjak adanya covid sangat mempengaruhi peningkatan okupansi, dimana tradisi masyarakat pada libur lebaran adalah melakukan perjalanan mudik.
Baca Juga: Libur Lebaran Menjadi Berkah bagi Sektor Perhotelan
“Libur lebaran dengan tradisi mudik merupakan momentum terbesar peningkatan okupansi hotel, jika dilihat dari perspektif PHRI. Periode waktu peningkatan okupansi selama libur lebaran ini akan bergantung dari kebijakan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah,” terang Maulana.
Maulana menambahkan, potensi pergerakan terbesar okupansi hotel umumnya terjadi di Pulau Jawa dan Sumatera. Hal tersebut karena di Jawa dan Sumatera untuk setiap provinsinya mayoritas sudah terkoneksi dengan jalur darat yang baik melalui jalan tol. Selain itu, penginapan di Bali juga mengalami pergerakan okupansi sebagai tujuan wisata selama libur lebaran.
Kendati demikian, PHRI berharap Pemerintah tidak hanya melihat pertumbuhan pergerakan saat mudik lebaran ini dari sisi market atau traffic saja, namun juga harus dilihat dari permasalahan keuangannya.
“Hal ini dikarenakan karena kondisi Industri Hotel & Restoran saat ini dapat bertahan dengan berbagai kebijakan stimulus yang diberikan oleh Pemerintah, seperti kebijakan restrukturisasi perbankan yang masih berlaku sampai Maret 2023. Permasalahan pendapatan selama 2 tahun terakhir tidak akan mudah diselesaikan hanya dengan kebijakan yang dilihat dari kemudahan pergerakan orang saja, namun juga harus dilihat dari aksesibilitas yang tersedia,” jelas Maulana.
PHRI berharap, pemerintah dapat memperpanjang POJK yang terkait restrukturisasi perbankan sampai tahun 2025, sehingga memberikan kemudahan penambahan modal kerja dengan kemudahan penjaminan dan program stimulus bagi para traveller agar memicu kembali pergerakan wisatawan nusantara (wisnus).
Baca Juga: Group Lippo Bukukan Kinerja Cermelang pada 2021, John Riady Beberkan Rahasianya
Sementara itu, khusus untuk wisatawan mancanegara (wisman), PHRI mengusulkan agar Pemerintah Indonesia dapat membuka kembali bandara internasional di setiap daerah, yang sebelum adanya COVID-19 sudah memiliki international direct flight dan/atau sudah memiliki captive wisman.
“Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dan juga daya saing Indonesia dalam merebut pasar wisman serta meningkatkan kembali jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Realisasi dari harapan ini tentu akan menjadi pelengkap kebijakan Pemerintah dalam membuka border untuk wisman dan daya saing Indonesia terhadap negara-negara di ASEAN,” pungkas Maulana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News