Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku belum menerima usulan dari PT PLN (Persero) terkait keinginan adanya skema Domestic Marcet Obligation (DMO) dan harga patokan untuk gas bagi pembangkit listrik.
Hal itu dikemukakan oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto. "Belum ada, belum saya terima," kata Djoko saat ditemui di DPR RI, Rabu (11/9).
Baca Juga: Tak hanya batubara, PLN juga minta ada harga patokan gas untuk listrik
Djoko menilai usulan tersebut belum mendesak. Sebab, katanya, saat ini pemerintah sudah mengatur harga gas untuk kelistrikan PLN. Regulasi yang dimaksud Djoko adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik.
Dalam beleid tersebut, harga gas bumi di pembangkit tenaga listrik (plant gate) untuk dihitung berdasarkan komponen harga gas bumi dari kegiatan usaha hulu migas ditambah biaya penyaluran gas bumi.
Permen tersebut mengatur bahwa PLN dapat membeli gas bumi melalui pipa di plant gate dengan harga paling tinggi 14,5% dari Indonesian Crude Price (ICP). Sementara untuk pembelian tenaga listrik melalui penunjukkan langsung, harga gas bumi di mulut sumur paling tinggi dipatok 8% dari ICP.
Menurut Djoko, dengan formula tersebut, PLN tidak dirugikan lantaran masih bisa melakukan negosiasi untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif. "Jadi harga gas sudah ditetapkan, formulanya seperti itu. Silahkan (PLN) negosiasi, bisa di bawah itu kan," ungkapnya.
Sehari sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana juga mengatakan bahwa pihaknya belum mengadakan pembahasan terkait dengan keinginan PLN tersebut. Hanya saja, Rida tak menutup kemungkinan harga patokan gas untuk pembangkit itu bisa saja diberlakukan.
Baca Juga: Raih kontrak baru Rp 2,1 triliun, PTPP garap proyek PLTU
Namun, ada sejumlah faktor yang harus diperhitungkan. Selagi harga gas masih ada di level yang wajar, kata Rida, pihaknya mengaku belum akan mengatur harga khusus tersebut. "Semua hal mungkin saja. Kita kan menyikapi pada segala sesuatu yang nggak bisa dikontrol," kata Rida selepas menghadiri rapat dengan Komisi VII DPR RI, kemarin.
Mengenai pengaturan energi primer untuk pembangkit listrik ini, Rida pun mengaitkannya dengan perhitungan subsidi listrik dalam APBN tahun 2020. Rida bilang, selama RAPBN tahun 2020 belum ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN, maka pihaknya belum bisa memutuskan terkait pengaturan energi primer.
Sebab, Rida mengatakan bahwa pihaknya harus terlebih dulu mengetahui ketetapan golongan tarif listrik yang subsidinya akan dicabut, atau yang akan dikenai penyesuaian tarif. Rida bilang, pemerintah pun menyiapkan skenario untuk mengantisipasi keputusan tersebut.
Baca Juga: Tahun 2020, Kementerian ESDM bangun Politeknik Energi di Prabumulih
"Ya kita lihat nanti, itu kan belum menjadi keputusan (APBN 2020). Ya banyak skenarionya (pengaturan untuk energi pembangkit), kalau sekiranya begini atau begitu harus bagaimana," katanya.
Yang jelas, kata Rida, pihaknya akan segera membuat keputusan jika terjadi pergerakan harga yang bersifat signifikan. "Paling tidak sampai saat ini belum ada pembahasan. Tetapi kalau sekiranya nanti ada pergerakan yang berubah drastis, kita pasti bahas," terangnya.
Tarif Golongan 900 VA
Dalam kesempatan tersebut, Rida pun menyoroti perihal penyesuaian tarif pada golongan 900 VA. Rida bilang, golongan yang diusulkan untuk mendapatkan penyesuaian tarif adalah golongan 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM).
Rida menekankan, penyesuaian tarif itu tidak berarti kenaikan tarif. Melainkan tarif tersebut bisa naik atau turun, bergantung pada pergerakan beberapa komponen, khususnya harga minyak dan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Baca Juga: PTPP teken kontrak pembangunan dua PLTU
Rida juga menegaskan, keputusan tersebut belum sepenuhnya final karena baru menjadi hasil rapat bersama Badan Anggaran DPR RI. Sementara, keputusan akhir baru diketahui setelah rapat paripurna pengesahan UU ABPN 2020. "Kemarin itu baru kesepakatan rapat. Jadi (ketetapan) menunggu diputuskan di sidang paripurna menjadi UU (APBN 2020)," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News