Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Hingga saat ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih mengkaji tarif yang ditawarkan oleh Pertamina untuk PLTP Kamojang 1,2,3. Pasalnya, PLN menilai, tarif yang ditawarkan masih terlalu mahal.
Padahal sebelumnya, PLN dan Pertamina telah melakukan kerjasama pemanfaatan panas bumi di Kamojang 1,2,3 lebih dari tiga puluh tahun. Namun menginjak tahun 2015, Pertamina selaku penyedia uap memberikan penawaran harga uap yang tinggi untuk jangka waktu lima tahun.
“Kalau harga uap yang ditawarkan wajar, kami mungkin akan beli, karena selama ini kami sudah kerjasama selama 32 tahun dengan Pertamina. Namun yang membuat kami bingung kenapa tiba-tiba Pertamina menawarkan harga mahal hanya untuk jangka waktu lima tahun saja,”ujar Manajer Senior PLN, Agung Murdifi dalam keterangan persnya, Rabu (6/1).
Padahal setelah melakukan verifikasi internal dan melihat harga uap di lapangan panas bumi yang dimiliki oleh PLN yakni di PLTP Mataloko, PLTP Ulumbu Flores, serta di Tulehu Ambon , Maluku, PLN memperkirakan harga uap di kamojang tidak akan melebihi estimasi harga uap yang telah ada yakni sebesar 535 rupiah per kwh atau sebesar US$ 4 cent.
Akan tetapi, Pertamina selaku pengelola Kamojang tetap bertahan di harga jual yang terlalu tinggi. Hal inilah yang kemudian menjadi pertimbangan PLN untuk menunda perpanjangan pembelian uap dari Kamojang 1,2 dan 3.
Apalagi PLN tidak mungkin membeli dengan harga yang terlampau tinggi karena akan mempengaruhi daya jual listrik kepada masyarakat. Selain itu, penetapan tarif listrik PLN pun dilakukan melalui mekanisme kebijakan pemerintah yang telah disetujui oleh DPR, dan PLN hanya menjalankan kebijakan tersebut selaku operator.
Meskipun tidak memanfaatkan aliran listrik dari pembangkit di Kamojang 1,2, dan 3, PLN berjanji hal ini tidak akan mengurangi suplai listrik untuk masyarakat. Untuk mengganti pasokan listrik dari Kamojang, PLN akan memanfaatkan aliran listrik Jawa - Bali yang saat ini pasokannya berkecukupan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













