kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,55   2,12   0.24%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PLN menanti fatwa Jaksa Agung soal lease back


Kamis, 09 Juli 2015 / 20:47 WIB
PLN menanti fatwa Jaksa Agung soal lease back


Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Fatwa Jaksa Agung mengenai payung hukum atas rencana proses penyewaan kembali atau lease back 35 pembangkit listrik ke kontraktor asal China masih ditunggu-tunggu oleh pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, saat ini proses evaluasi terhadap payung hukum masih berjalan. Diharapkan, di akhir bulan Juli ini fatwa dari Jaksa Agung sudah keluar. "Mudah-mudahan dalam 1-2 minggu selesai, tinggal masalah finalisasi," kata Sofyan, Kamis (9/7).

Sofyan menambahkan, dengan belum adanya payung hukum tersebut maka proses lease back belum dapat dilakukan. Selain itu, adanya payung hukum juga membuat posisi PLN menjadi lebih aman dari sisi legalitasnya.

Lease back ini menurut Sofyan akan menguntungkan bagi PLN. Selain kapasitas pembangkit akan meningkat, listrik yang dihasilkan dari pembangkit yang disewakan kembali dapat dijual ke masyarakat.

Sekadar catatan, kualitas pembangkit listrik yang dibangun oleh kontraktor China tak sesuai harapan. Kapasitas produksi pembangkit listrik ini masih sangat rendah, yakni hanya di bawah 50%.

PLN sendiri menuntut agar kapasitas pembangkit yang dilakukan penyewaan kembali dapat diperbaiki oleh pihak kontraktor sehingga kapasitasnya meningkat mencapai 80%. Bila kapasitas pembangkit telah mencapai target yang diharapkan maka pembangkit akan segera diminta kembali.

Kepala Pengkajian Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa Pembangunan pembangkit listrik merupakan investasi jangka panjang. Oleh sebab itu, dalam proses pembangunannya harus sesuai memenuhi performa, dan kualitas yang baik. Selama ini ada beberapa pilihan teknologi dalam membangun pembangkit listrik ini, seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, Korea dan China.

Dalam melakukan pembangunan pembangkit listrik tersebut, pasti sudah disesuaikan dengan sisi keuangan. Selama ini, AS, Jepang, Korea sudah dikenal dengan investasi yang mahal. Sementara China cenderung lebih murah.

Beberapa waktu lalu, banyak pembangunan pembangkit yang dibangun oleh kontraktor asal China, dan sebagian besar tidak memenuhi harapan. Nah, ini persoalannya. Sebenarnya tidak seluruhnya teknologi China jelek. Seharusnya, dalam proses pembangunan dilakukan pengawasan yang ketat. Tidak ada salahnya sampai mendatangi pabriknya. Yang terpenting pada sisi pengawasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×