kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

PLN raih kredit sindikasi Rp 7,91 triliun, begini tanggapan pengamat


Jumat, 20 Desember 2019 / 19:47 WIB
PLN raih kredit sindikasi Rp 7,91 triliun, begini tanggapan pengamat
ILUSTRASI. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) raih kredit sindikasi Rp 7,91 triliun. KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) mengungkapkan, dampak dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang kembali memperoleh dana untuk mengamankan pendanaan dalam melanjutkan infrastruktur ketenagalistrikan 35.000 MW akan mendongkrak realisasi percepatan proyek-proyek yang ada.

Perlu di ketahui bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali memperoleh dana dari Lembaga Keuangan Bank Nasional melalui pinjaman kredit sindikasi senilai total Rp 7,91 triliun untuk mengamankan pendanaan dalam melanjutkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan 35.000 MW dan telah dilakukan penandatanganan Perjanjian Pembiayaan Investasi dengan Jaminan Pemerintah untuk pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG).

Baca Juga: Pemerintah bantu fasilitasi pendanaan smelter, ini tanggapan pengamat dan pengusaha

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, pendanaan yang diberikan oleh konsorsium Bank domestik pastinya akan mendongkrak realisasi percepatan proyek-proyek dan menambah kemampuan pendanaan PLN dalam mengeksekusi proyek-proyek pembangkitan PLN khususnya proyek PLTU dan PLTMG yang telah direncanakan.

Fabby mengungkapkan, PLN juga mengembangkan beberapa proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk fokus jenis pembangkit yang diupayakan yakni PLTU. Dengan dana sebesar itu untuk proyek-proyek PLTMG perlu diperhatikan tingkat utilisasinya karena bahan bakarnya adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) atau solar.

“Jika pembangkit beroperasi minimal, maka bisa jadi kemampuan pembangkit untuk membayar pinjaman akan terhambat,” ujar Fabby kepada kontan.co.id pada Jumat (20/12).

Baca Juga: Peroleh kredit sindikasi Rp 7,91 triliun, PLN: Untuk danai pembangkit

Fabby menambahkan, mengenai kondisi investasi secara umum di Indonesia saat ini, untuk Proyek independent power producer (IPP) PLTU punya peluang untuk mendapatkan pendanaan, biasanya dari luar negeri sesuai dengan asal IPP-nya dan sedikit komponen pembiayaan lokal.

Kalau pinjaman dalam negeri, bunga pinjaman dalam rupiah biasanya lebih tinggi dari bunga pinjaman dari luar. Apalagi bank-bank Indonesia terbatas dalam memberikan project finance, jadi kalaupun ikut mendanai proyek IPP biasanya ikut dalam konsorsium yang terbentuk.

Hal yang sama di ungkapkan Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Rizal Calvary Marimbo, ia mengatakan bisa mendongkrak realisasi percepatan proyek-proyek yang ada dan PLN bisa fokus ke transmisi dengan membuka pintu lebih besar lagi untuk swasta di pembangkit.

Baca Juga: PLN perkirakan potensi kebutuhan listrik di industri smelter Sulawesi capai 4.440 MVA

“Saya kira akan lebih ringan bagi PLN bisa gotong royong bersama swasta di pembangkit,” ujar Rizal.

Mengenai fokus jenis pembangkit yang diupayakan yakni PLTU dan PLTMG dengan dampak terhadap pembangkit EBT menurut Rizal untuk PLTU memang yang paling efisien dari mix energy lainnya, tapi untuk EBT mesti diberi atensi khusus.

Untuk kondisi investasi secara umum di Indonesia saat ini, IPP mempunyai peluang untuk meraih pendanaan seperti itu, tinggal menunggu perbaikan regulasi.

Baca Juga: Pemerintah siap turun tangan fasilitasi akses pendanaan untuk pembangunan smelter

Riza menambahkan, dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik mengatur mengenai model Power Purchase Agreement (PPA).

Namun dalam prakteknya, kehadiran kebijakan ini justru membatasi kemampuan IPP untuk menegosiasikan PPA, khususnya ketentuan komersial sehingga pendanaan proyek pembangkit listrik akan menjadi tidak menarik.

Untuk itu ia menyarankan, perlu ada peninjauan ulang soal ketentuan model PPA khususnya terkait penalty liquidated damages diatur bahwa besarnya ditentukan sesuai kesepakatan IPP dan PLN (termasuk untuk batasannya).

Baca Juga: PLN: 65% proyek 35.000 MW akan rampung di 2020-2021

Karena, pada praktik sebelumnya pengenaan liquidated damages didasarkan pada prinsip menutupi biaya tambahan PLN dan kepastian ada tidaknya kewajiban PLN untuk membayar penalty dalam hal ketidakpatuhan dalam pembayaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×