kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.922   8,00   0,05%
  • IDX 7.195   54,43   0,76%
  • KOMPAS100 1.105   10,17   0,93%
  • LQ45 876   9,53   1,10%
  • ISSI 221   1,21   0,55%
  • IDX30 447   4,91   1,11%
  • IDXHIDIV20 539   4,62   0,86%
  • IDX80 127   1,20   0,96%
  • IDXV30 134   0,42   0,31%
  • IDXQ30 149   1,27   0,86%

PLN tingkatkan elektrifikasi di Indonesia Barat


Selasa, 21 Desember 2010 / 08:00 WIB
PLN tingkatkan elektrifikasi di Indonesia Barat


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Test Test

JAKARTA. PT PLN (Persero) berniat menaikkan rasio ketersediaan listrik alias elektrifikasi di Indonesia Barat dari 60% menjadi 70% pada 2012. Demi mencapai hal ini, PLN melakukan berbagai upaya, salah satunya lewat program listrik masuk desa.

Selain itu, PLN menganggarkan dana Rp 1,3 triliun untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia Barat. "Paling tidak elektrifikasi Indonesia Barat setiap tahun bisa naik 5%," kata Mochammad Harry Jaya Pahlawan, Direktur PLN Indonesia Barat, kepada KONTAN, Senin (20/12).

Rendahnya rasio elektrifikasi di Indonesia mengakibatkan kebutuhan investasi untuk pengembangan listrik sangat tinggi. Hanya saja, dukungan perbankan dalam pendanaan energi listrik masih kurang. Nasri Sebayang, Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN menambahkan, kurangnya dukungan perbankan menjadi salah satu penyebab rendahnya realisasi proyek listrik swasta atau independent power producer (IPP). “Selama ini pengembang IPP bilang, selalu kesulitan mencari pendanaan dari bank,” ujar Nasri.

Minimnya pendanaan ini disebabkan keraguan perbankan akan rencana pengembangan sektor kelistrikan. Nasri mengakui, saat ini kucuran pendanaan perbankan sudah mulai mengalir terutama untuk proyek 10.000 megawatt (MW). Meski demikian, sektor listrik masih butuh pendanaan yang lebih banyak. “Terutama untuk IPP. Sebab, tanpa IPP PLN akan kesulitan memenuhi kebutuhan daya listrik nasional,” ujarnya.

Berdasar hitungan PLN, kebutuhan investasi PLN dan IPP sepanjang 2010 hingga 2019 mencapai US$ 97,1 miliar atau sekitar Rp 873 triliun. Angka ini setara dengan US$ 9,7 miliar per tahun. “Besarnya kebutuhan investasi ini seharusnya bisa menjadi kesempatan bagi perbankan untuk masuk,” lanjut Nasri.

Dari total kebutuhan investasi US$ 97,1 miliar, sekitar US$ 70,6 miliar di antaranya diperlukan untuk membangun pembangkit. Kemudian US$ 15,1 miliar digunakan untuk membangun jaringan transmisi dan US$ 11,2 miliar untuk jaringan distribusi.

Dari kebutuhan investasi tersebut, realisasi kucuran kredit ke sektor listrik masih timpang. Data statistik perbankan Bank Indonesia (BI) menunjukkan, sepanjang Januari-September 2010, kucuran kredit ke sektor listrik, gas, dan air bersih baru Rp 29,1 triliun. Sedangkan pada 2009, total kredit ke sektor ini hanya Rp 18,4 triliun.

Sekadar catatan, berdasarkan data Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementerian ESDM, ada sekitar 14 provinsi yang telah memiliki rasio elektrifikasi di atas 60 persen. Ke-14 provinsi tersebut adalah Nangroe Aceh Darussalam (76,98%), Sumatera Selatan (69,68%), Sumatera Barat (69,37%), Bangka Belitung (72,88%), dan Banten (63,90%). Selain itu, Jakarta (100%), Jawa Barat (67,40%), Jawa Tengah (71,24%), Yogyakarta (84,48%), Jawa Timur (71,55%), Bali (74,98%), Kalimantan Timur (68,56%), Kalimantan Selatan (72,29%), dan Sulawesi Utara (66,87%).

Dewan Energi Nasional (DEN) menaksir, rasio elektrifikasi di Indonesia tahun 2015 baru mencapai 85% dan 100% pada 2020. Adapun pertumbuhan listrik tiap tahunnya mencapai 9,2%. Pertumbuhan itu, diantaranya untuk wilayah Jawa Bali mencapai 8,9%, Indonesia Barat 10,2%, dan Indonesia Timur 10,6%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×