Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Test Test
JAKARTA. Jika tak ada aral melintang, siang ini (14/12) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan menandatangani fasilitas kredit untuk pendanaan sejumlah pembangkit milik PLN yang masuk dalam proyek 10.000 megawatt (mw). PLN mendapat pinjaman dari sejumlah bank, antara lain Bank of China dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) senilai total US$ 457,6 juta dan Rp 635 miliar.
Pinjaman itu untuk sejumlah pembangkit. Pertama, PLTU Tanjung Awar-awar (2x315 mw) dengan nilai pinjaman US$ 371 juta dari Bank of China dengan tenor 13 tahun. "Pinjaman ini termasuk masa tenggang tiga tahun dengan suku bunga berbasis LIBOR (London Interbank Offered Rate)," kata Direktur Utama PLN, Fahmi Mochtar, lewat pesan singkatnya kepada Kontan, Senin (14/12).
Kedua, adalah PLTU Kalimantan Barat (2x50 MW) dengan nilai pinjaman US$ 62 juta dan Rp 392 miliar. Ketiga, adalah PLTU Bengkalis, Riau (2x10MW) dengan nilai pinjaman sebesar US$ 8,4 juta dan Rp 132 miliar. Keempat, PLTU selat panjang riau (2x7 MW) dengan nilai US$ 9,2 juta dan Rp 111 miliar. Kelima, adalah PLTU Balai Karimun, Riau (2x7 MW) dengan nilai pinjaman mencapai US$ 7 juta. Seluruh pinjaman dana untuk pembangkit kedua hingga kelima berasal dari BRI dengan tenor 10 tahun, dan masa tenggang tiga tahun berbasis JIBOR (Jakarta Inter Bank Overnight Rate).
"Dengan ditandatanganinya pendanaan ini maka kebutuhan untuk 10 lokasi PLTU di Jawa-Bali dan 23 lokasi PLTU di luar Jawa Bali sudah terpenuhi," ujar Fahmi. Dengan demikian, PLN bisa konsentrasi memicu pembangunannya untuk mengatasi krisis listrik. Sedangkan pembangkit yang berlokasi di Maluku dan Papua masih proses re-tender.
Fahmi memastikan, penandatanganan ini menuntaskan pendanaan dalam rangka proyek PLTU 10.000 MW Tahap I, yaitu sebesar US$ 4,931 milyar dan Rp 19,613 triliun.
"Tahun 2009 ini proyek PLTU Labuan 2x300 MW dan Rembang 1x300MW akan segera masuk sistem kelistrikan. Sedangkan lainnya akan menyusul ditahun 2010," imbuh Fahmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News