Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian ESDM mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari kegiatan panas bumi mencapai kurang lebih Rp. 1,14 triliun atau sebesar 163,4% dari target APBN 2018 sebesar Rp 700 miliar.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari menyatakan, PNBP ini utamanya diperoleh dari WKP eksisting dan WKP Izin Panas Bumi (IPB). Hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi di tahun 2017 sebesar Rp. 933 miliar. "Penerimaan PNBP ini utamanya diperoleh dari diperoleh dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang mayoritas berada di Provinsi Jawa Barat," ujar dia dalam rilisnya di situs Kementerian ESDM, Selasa (6/11).
Terdapat 7 Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) di Provinsi Jawa Barat yang merupakan penyumbang terbesar bagi raihan PNBP ini, antara lain PLTP Salak, PLTP Kamojang, PLTP Darajat, PLTP Wayang Windu, PLTP Tangkuban Perahu, PLTP Tampomas dan PLTP Cibuni, dengan total PNBP dari wilayah ini sebesar Rp 1.102,77 miliar.
Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Energi dan Sumber Daya Alam, Dadan Kusdiana menyampaikan bahwa secara umum, Kementerian ESDM telah berkontribusi lebih dari 50% PNBP Nasional yaitu sebesar Rp 134,4 triliun pada kuartal tiga tahun 2018 atau sebesar 111,5% dari target yang telah ditetapkan.
Kapasitas panas bumi yang sangat besar yaitu 29,5 GW dan tersebar di 330 titik, pemanfaatannya baru sebesar 6,6% dibandingkan dengan kapasitas PLTP saat ini sebesar 1.948,5 MW, dan mayoritas berada di Jawa Barat.
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki sumberdaya panas bumi terbesar di Indonesia, dengan kapasitas PLTP terpasang sebesar 1.194 MW. Khusus Jawa Barat, terdapat 1 WKP yang dalam tahap eksploitasi yaitu WKP Cibuni dengan rencana pengembangan 10 MW, dan terdapat 3 WKP dalam tahap eksplorasi yaitu WKP Tangkuban Perahu (375 MW), WKP Tampomas (100 MW) dan WKP Cisolok (110 MW).
Peningkatan pemanfaatan panas bumi juga merupakan salah satu strategi untuk mencapai bauran energi nasional tahun 2025 yang sebesar 23%. Dengan terbitnya Undang-Undang 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi diharapkan dapat mempercepat penambahan kapasitas pembangkit.
Percepatan dan peningkatan pemanfaatan panas bumi juga harus memperhatikan upaya-upaya perlindungan lingkungan, karena wilayah kerja produksi panas bumi biasanya terletak di wilayah hutan konservasi.
Kata dia, semua pengembang PLTP harus melaksanakan dan melaporkan pengelolaan lingkungan panas bumi, yang terdiri dari kualitas udara, kebisingan, hidrologi, kualitas air, kerusakan jalan, gangguan flora fauna, stabilitas lereng, sampah dan limbah beracun serta faktor sosial budaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News