kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.407.000   24.000   1,01%
  • USD/IDR 16.580   -17,00   -0,10%
  • IDX 8.125   73,58   0,91%
  • KOMPAS100 1.120   14,21   1,28%
  • LQ45 780   7,86   1,02%
  • ISSI 292   2,64   0,91%
  • IDX30 406   2,01   0,50%
  • IDXHIDIV20 454   0,57   0,13%
  • IDX80 123   1,36   1,12%
  • IDXV30 131   1,14   0,88%
  • IDXQ30 128   0,32   0,25%

Polemik Harga Jual Tambang di Bawah HPM Masih Belanjut


Rabu, 15 Oktober 2025 / 19:04 WIB
Polemik Harga Jual Tambang di Bawah HPM Masih Belanjut
ILUSTRASI. Produksi bauksit: Harga jual komoditas tambang di dalam negeri, terutama untuk jenis komoditas yang saat ini dilarang ekspor, masih banyak yang berada di bawah Harga Patokan Mineral (HPM).


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto

Penambang Kecil dan Bauksit Terimbas

Masalah serupa juga dirasakan oleh pelaku tambang nikel dan bauksit. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mencatat, smelter kerap membeli bijih nikel di bawah HPM yang ditetapkan pemerintah.

Menurut Dewan Penasihat APNI, Djoko Widajatno, kondisi ini paling sering menimpa penambang kecil pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Smelter stand-alone yang tidak punya tambang sendiri menggunakan Izin Usaha Industri (IUI) dari Kemenperin. Karena mereka tidak terikat aturan IUP, posisi tawar penambang kecil jadi lemah dan terpaksa menjual di bawah HPM,” kata Djoko.

Nasib serupa juga dialami Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI). Ketua ABI Ronald Sulistyanto menyayangkan pencabutan Kepmen ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang HPM.

Baca Juga: Kementerian ESDM Tegaskan Pembelian Bijih Bauksit dalam Negeri Harus Sesuai HPM

Menurutnya, pencabutan aturan tersebut justru merugikan penambang.

“Kalau HPM dihapus, penambang kehilangan perlindungan. Refinery bisa membeli bijih bauksit di bawah harga acuan. Akhirnya kontrak direvisi dan harga jatuh,” kata Ronald kepada Kontan.co.id, Selasa (9/9/2025).

Ronald menambahkan, kapasitas refinery bauksit saat ini jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah penambang.

Ditambah lagi, tonase yang diberikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) lebih besar dari kebutuhan pasar.

“Daripada tidak ada yang membeli, penambang akhirnya terpaksa menjual dengan harga rendah,” tutupnya.

Selanjutnya: Wika Gedung (WEGE) Targetkan Divestasi Aset Rp 100 Miliar pada Tahun 2026

Menarik Dibaca: Bank Digital Ini Siapkan Layanan Pintar untuk Bantu Atur Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×