Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Desakan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) untuk menertibkan penggunaan penguat sinyal (repeater) ilegal disambut baik pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum.
Bahkan, kepolisian sudah menerjunkan tim khusus kejahatan di bidang telekomunikasi bekerjasama dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Diminta atau tidak diminta, kami siap bertindak jika ada pihak yang memperoleh keuntungan dengan cara merugikan orang lain," ujar Tatok Sudjiarto, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri usai menjadi pembicara pada diskusi terkait repeater ilegal di Jakarta, Jumat (6/6).
Hanya saja Tatok menegaskan bahwa polisi bertindak jika memang benar-benar ada bukti pelanggaran. "Barang siapa (orang atau badan usaha) dengan sengaja dan terbukti menggunakan penguat sinyal tanpa sertifikat dari Kominfo sehingga merugikan orang lain, maka bisa dilakukan langkah hukum," ujarnya.
Terkait dengan repeater ilegal ini, kata Tatok, polisi berpedoman pada UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Dalam UU Telekomunikasi ini terdapat unsur delik biasa, bukan delik aduan. Ini artinya, setiap orang bisa melakukan atau membuat laporan kepada kepolisian bahwa diduga ada penggunaan repeater palsu yang merugikan masyarakat luas.
Di sisi lain, tambah Tatok, unsur kesengajaan ini, berkaitan dengan posisi pengguna repeater ilegal yang telah memahami UU Telekomunikasi beserta aspek hukumnya, namun mengabaikannya dengan tetap menggunakan repeater ilegal meski telah diperingatkan berulang kali.
"Setidaknya ada tiga pasal yang bisa digunakan untuk mempindanakan para pelaku kejahatan repeater ilegal ini," ujarnya.
Yang paling jelas terkandung dalam Pasal 32 ayat 1 UU Telekomunikasi yang mengatur persyaratan teknis perangkat telekomunikasi. Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa perangkat telekomunikasi ilegal yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara RI tidak memperhatikan persyaratan teknis dan tidak berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tatok mengatakan, agar langkah hukum ini bisa maksimal, maka perlu ada langkah sosialisasi bersama-sama antara pihak kepolisian, Kominfo dan penyelenggara telekomunikasi khususnya operator seluler. "Jika ada kesamaan persepsi, maka langkah hukum bisa dilakukan secara maksimal dan cepat terutama untuk menangkap otak pelakunya yang mengedarkan atau menjual repeater palsu," ujarnya. (Adiatmaputra Fajar Pratama)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News