Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua tidak mempengaruhi swasembada garam.
"Walaupun kita memiliki garis pantai terpanjang nomor dua dunia, tapi itu pembuat opini yang salah kalau produksi garam berlebih," ujar anggota DPR Komisi IV dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan dalam acara launching dan bedah buku Hikayat Si Induk Bumbu, Kamis (22/2).
Daniel bilang garam bukan produk unggulan Indonesia. Hal itu dikarenakan posisi Indonesia sebagai negara tropis sehingga memiliki curah hujan yang tinggi.
Oleh karena itu swasembada garam dinilai tidak perlu dipaksakan. Saat ini produksi garam hanya sebesar 2,6 juta per ton per tahun dari lahan seluas 25.830 hektare (ha).
Angka tersebut dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan garam nasional. Daniel bilang kebutuhan garam nasional sebesar 4 juta ton per tahun.
Kebutuhan garam digunakan untuk keperluan konsumsi dan juga industri. Kebutuhan garam industri dinilai belum dapat dipenuhi oleh produksi domestik.
Selain itu, harga garam impor yang lebih murah dinilai memperkuat daya saing industri yang berorientasi ekspor. "Industri akan tutup karena berorientasi ekspor sehingga kalah bersaing dengan harga internasional," terangnya.
Harga garam impor dapat mencapai Rp 600 per kilogram (kg). Sementara harga garam lokal mencapai Rp 2.200 per kg.
Pentingnya garam bagi industri pun menjadi kebutuhan. Ketersediaan garam bagi industri dinilai penting untuk keberlanjutan produksi.
"Industri tidak perlu mengetahui asal garamnya yang penting tersedia," jelas Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam (AIPG), Tony Tanduk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News