kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.239   -39,00   -0,24%
  • IDX 7.085   19,39   0,27%
  • KOMPAS100 1.059   3,21   0,30%
  • LQ45 831   0,14   0,02%
  • ISSI 215   0,76   0,35%
  • IDX30 425   0,20   0,05%
  • IDXHIDIV20 514   0,88   0,17%
  • IDX80 121   0,27   0,22%
  • IDXV30 125   0,94   0,76%
  • IDXQ30 142   0,18   0,12%

Potensi Pemangkasan Produksi Bijih Nikel: Antara Keseimbangan Harga dan Kebutuhan


Kamis, 26 Desember 2024 / 20:05 WIB
Potensi Pemangkasan Produksi Bijih Nikel: Antara Keseimbangan Harga dan Kebutuhan
ILUSTRASI. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara soal potensi pemangkasan kuota produksi bijih nikel tahun depan.?


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara soal potensi pemangkasan kuota produksi bijih nikel tahun depan.

Sebelumnya, dalam laporan Bloomberg, Kamis (19/12) Indonesia berencana menekan jumlah bijih nikel yang ditambang sebanyak 150 juta ton saja untuk tahun depan, atau turun sebesar 44,85% dibandingkan produksi tahun ini yang sebesar 272 juta ton.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadurr Shiddiq mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada arahan dari Presiden Prabowo Subianto maupun dari Menteri ESDM, Bahlil Lahadia terkait pemangkasan kapasitas produksi tahun 2025.

Baca Juga: Harga Komoditas Mineral Batubara Lesu, Satu-Satu Korporasi Tumbang

"Sampai sekarang belum ada arahan ataupun penetapan kebijakan pengurangan kuota bijih nikel dari Presiden atau Menteri ESDM," kata Julian saat dikonfirmasi Kontan, Minggu (26/12).

Hal senada juga disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Siti Sumilah Rita Susilawati. Menurutnya hingga saat ini ESDM masih melakukan evaluasi sebelum memutuskan adanya pemangkasan tahun depan.

"Masih dievaluasi ya," jawabnya singkat.

Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno pun mengungkap hal yang sama. Menurutnya, pembahasan ke arah pemangkasan kapasitas produksi nikel belum dilakukan.

"Sampai sekarang belum ada pembahasan tersebut. Kalau tujuannya pemangkasan, belum ya," katanya.

Sebenarnya, jauh sebelum itu, pemangkasan kapasitas produksi nikel Indonesia telah dilaporkan oleh Eramet, perusahaan pengelola nikel asal Perancis yang memiliki operasi di Weda Bay, Maluku Utara.

CEO Eramet Indonesia, Jerome Baudelet mengatakan, langkah ini dilakukan pemerintah Indonesia untuk mempertahankan harga bijih nikel yang baik di pasaran sekaligus melindungi penambang skala kecil.

"Mereka (pemerintah Indonesia) ingin mempertahankan harga bijih yang baik di pasaran," kata Jerome Baudelet, dalam sebuah wawancara di Jakarta dengan Bloomberg, Kamis (21/11).

"Mereka ingin melindungi penambang kecil lokal," tambah Jerome.

Asal tahu saja, harga bijih nikel di pasar global salah satunya dipengaruhi oleh produksi Indonesia. Sebab, berdasarkan data dari ESDM, tahun ini Indonesia telah menguasai 45% dari total cadangan nikel di dunia.

Adapun terkait ini, Ketua Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo menyebut bahwa hal ini harusnya bisa mendorong Indonesia sebagai price maker dalam harga nikel dunia.

Indonesia tambahnya, harus bisa mengontrol agar produksi nikel tidak masuk dalam tahap oversupplay yang justru akan menekan harga di pasar global.

"Volume produksi memang semestinya harus seimbang dengan demand global. Bagaimanapun, over supply justru akan menekan harga," katanya saat dihubungi Kontan, Minggu (26/12).

Dia juga meminta agar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk bisa memperluas demand dalam negeri karena fluktuasi harga lebih rendah terjadi pada produk jadi atau fabrikasi.

"Harus dicatat, price volatile lebih besar terjadi pada tahap pemurnian, dibandingkan fabrikasi yang sangat less volatile," katanya.

"Sehingga menurunkan produksi harus diarahkan untuk mengelola harga dan sekaligus memperpanjang rasio umur produksi. Ini sambil menunggu seberapa besar demand produksi di dalam negeri meningkat, sehingga sangat optimal bagi investasi, pajak, hingga serapan tenaga kerja," jelasnya.

Baca Juga: Kinerja Industri Batubara 2024 Terbebani Kewajiban Tarif Royalti, DHE hingga DMO

Potensi Pemangkasan Volume Produksi Nikel di Tengah Kebutuhan untuk Smelter


Meski pihak ESDM mengatakan belum ada pembahasan mengenai pemangkasan volume produksi nikel untuk tahun depan, Singgih menggarisbawahi bahwa melakukan pemangkasan memerlukan pertimbangan lebih lanjut, bukan hanya untuk menjaga harga. Terutama setelah Indonesia membuka gerbang investasi smelter nikel besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir.

"Dan menurut saya bukan saja sisi produksi, tapi jumlah smelter pun harus juga dikelola. Jika tidak, justru produksi tetap saja meningkat untuk memenuhi seluruh smelter yang ada," jelas Singgih.

Hal serupa diungkap Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar yang mengatakan bahwa Indonesia saat ini tengah berada dalam posisi sulit untuk mengerem produksi karena telah terlanjut memiliki smelter yang harus 'diberi makan'.

"Iya, perlu dikurangi (produksi) dan sedikit direm. Namun dalam posisi sulit juga karena terlanjur banyak smelter yang membutuhkan pasokan ore nikel. Untuk itu harus dikendalikan secara berimbang dengan juga memperhatikan daya dukung lingkungan," jelasnya kepada Kontan, (12/24).

Disisi lain, Direktur Energy Shift Institute Putra Adhiguna  melihat pemangkasan produksi justru akan membuka peluang peningkatan impor nikel.

"Operasional smelter sangat bisa terganggu dan terpengaruh. Akhirnya membuat sebagian perlu mengimpor bijih nikel," katanya saat dihubungi, Minggu (26/12).

Adapun, kontan mencatat, Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia justru mengalami kekurangan pasokan nikel untuk kebutuhan smelter di dalam negeri. Kekurangan pasokan bijih nikel ini memaksa perusahaan smelter mengimpor nikel dari Filipina. Adapun, per Juli 2024, nilai impor bijih nikel dari Filipina melonjak 648,18% dibandingkan Maret 2024. 

Sementara dari jumlah smelter, berdasarkan data dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM saat ini terdapat 188 pelaku usaha yang tengah melakukan produksi dan konstruksi smelter nikel di Indonesia. 

Dengan 144 di antaranya adalah smelter-smelter nikel kelas II atau smelter dengan teknologi rotary klin electric furnace (RKEF) yang memproduksi Nickel Pig Iron (NPI) dan Ferronickel (FeNi).

Dan sisanya adalah smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) atau hydrometalurgi yang memiliki produk akhir nikel sulfat (NiSO4) dan kobalt sulfat (CoSO4) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik. 

Baca Juga: Intraco Penta (INTA) Percaya Diri Kinerja Bisnis Alat Berat Akan Pulih pada 2025

Selanjutnya: Pesan Natal: Biden Serukan Persatuan, Trump Kritik Lawan Politik

Menarik Dibaca: Promo Hypermart Dua Mingguan sampai 1 Januari 2025, Snack-Teh Celup Beli 2 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×