kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PP Pertambangan Batubara belum juga terbit, begini harapan Adaro Energy


Senin, 01 April 2019 / 12:29 WIB
PP Pertambangan Batubara belum juga terbit, begini harapan Adaro Energy


Reporter: Arfyana Citra Rahayu, Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah belum juga menerbitkan paket kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) perihal izin pertambangan batubara serta penerimaan negara dari bidang usaha komoditas emas hitam tersebut. Sebagai salah satu perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama yang akan terdampak dengan paket PP tersebut, Adaro Energy pun mendorong supaya PP tersebut bisa segera diterbitkan.

Saat dihubungi Kontan.co.id, manajemen Adaro Energy pun mengemukakan komentar dan harapannya atas paket PP tersebut. Di awal, Head of Corporate Communication Division Adaro Energy Febriati Nadira menegaskan bahwa pihaknya akan senantiasa patuh terhadap aturan yang diberlakukan.

Namun sebagai kontraktor pemerintah, sambung Nadira, Adaro berharap agar RPP tersebut bisa memberikan kesempatan untuk mempercepat pengajuan perpanjangan perizinan PKP2B dari yang semula dua tahun, menjadi lima tahun sebelum masa berakhirnya PKP2B. Hal itu dimaksudkan untuk dapat memberikan kepastian dalam perencanaan dan pelaksanaan investasi di sektor pertambangan batubara.

"Seperti yang berlaku untuk pertambangan mineral, sehingga hal ini dapat mendorong iklim investasi lebih menarik, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada penerimaan negara yang optimal," kata Nadira saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (31/3).

Menurut Nadira, kepastian perpanjangan tersebut bukan merupakan suatu konsep yang baru. Sebab, hal tersebut telah dimuat sejak Adaro menandatangani PKP2B pada tahun 1982, secara garis besar juga telah diatur dalam pasal 169 (a) UU Minerba, jo. Pasal 112 ayat 2 PP Nomor 23 Tahun 2010, dan jo. Pasal 108 Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018.

Luas Wilayah

Selain soal perizinan, perusahaan berkode eminten ADRO ini pun menyoroti soal luas wilayah pertambangan. Nadira meminta, dalam PP tersebut tidak ada pembatasan luas wilayah usaha pertambangan menjadi hanya sebesar 15.000 hektare (ha).

Sebab, Nadira menilai bahwa Pasal 171 UU Minerba menjamin hak pemegang PKp2B untuk dapat mempertahankan luas wilayah usahanya. Apalagi, lanjutnya, hal mengenai kepastian perpanjangan PKP2B dan kelangsungan luas wilayah usaha ini juga telah disepakati oleh Pemerintah dalam amandemen PKP2B pada tanggal 17 Januari 2018.

"Berdasarkan hal diatas maka kami berharap agar kelangsungan operasi PKP2B dilaksanakan sesuai dengan luas wilayah saat ini tanpa membatasi sebesar 15.000 ha," ungkap Nadira.

Sebagai informasi, Adaro Energy adalah satu dari 18 pemegang PKP2B dan 1 pemegang Kontrak Karya yang melakukan penandatanganan amandemen kontrak dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pada Rabu, 17 Januari 2018.

Lebih lanjut, menurut Nadira, luas wilayah yang tidak dibatasi seluas 15.000 ha itu dimaksudkan supaya tidak mengurangi penerimaan negara yang selama ini diterima.

Terkait dengan hal ini, Nadira pun berharap dalam PP tentang perpajakan dan penerimaan negara dari bidang usaha batubara yang merupakan paket kebijakan dari revisi PP tentang perizinan tersebut, pemerintah dapat memberikan formula yang bisa mendorong investasi dalam mengenakan pajak dan pungutan.

Alasannya, imbuh Nadira, industri batubara memiliki tingkat persaingan yang cukup tinggi antara negara-negara eksportir. Salah satu pesaing terdekat adalah Australia.

Nadira menilai, Negeri Kanguru itu memiliki aturan penerimaan pajak dan royalti yang mampu menciptakan iklim positif untuk investasi di industri batubara sehingga membuat Australia tetap bertahan sebagai salah satu eksportir terbesar di dunia. Contohnya di negara bagian Queensland - Australia dimana royalti ditetapkan 7% utk harga batubara hingga US$ 100 per ton.

"Karena itu, harapan kami agar kenaikan tarif royalti batubara baru dikenakan dlm kondisi harga batubara yang tinggi" ujarnya.

Nadira menyampaikan, formula semacam itu mirip dengan windfall profit tax, sehingga dalam kondisi ini perusahaan dapat melakukan kegiatan penambangan secara lebih berkelanjutan.

Adapun, mengenai penerimaan negara ini, pada tahun 2018 lalu, Adaro telah memberikan kontribusi kepada negara senilai total US$ 721 juta. Rinciannya, US$ 378 juta dalam bentuk royalti dan US$ 343 juta dalam bentuk pajak.

"Sebagai perusahaan nasional, Adaro berkomitmen untuk berkontribusi bagi pembangunan dan kemajuan ekonomi Indonesia melalui pajak dan royalti" tandas Nadira.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×