Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Adapun rencana kerja sama PP Urban dan Perusahaan asal Korea, Hanwha Engineering & Construction Corporation untuk membangun hunian murah batal dilakukan.
Nugroho bilang, pupusnya rencana kerja sama itu karena belum ada aturan di Indonesia yang memperbolehkan pemerintah menyerap hasil produksi dari pengembang.
"Dulu rencana kerja sama itu untuk membangunan MBR secara massal. Hanwa itu berpengalaman bangun rumah massal di Irak karena pemerintahnya bisa off taker produk yang mereka hasilkan. Sementara di Indonesia, pemerintah tidak bisa melakukan off taker. Kalau kami bangun massal tetapi pembelinya tidak ada, secara bisnis tidak menarik. Karena untuk bangun satu pabrik dengan Hanwa itu butuh investasi Rp1 triliun," jelas Nugroho.
Di bisnis precast, PP Urban tidak akan terlalu agresif dalam melakukan ekspansi. Perusahaan hanya ingin fokus memenuhi kebutuhan internal grup PTPP saja. Sebab menurut Nugroho, pemain bisnis beton pracetak sudah sangat banyak dan kapasitas produksinya terutama dari perusahaan BUMN lain sangat besar.
"Jadi precast kami ini pada prinsipnya untuk menyokong proyek-proyek kami dan induk saja. Saat ini, 85% penjualan kami masih dari internal grup." kat Nugroho.
Sementara di sektor jasa konstruksi, PP Urban hanya fokus menggarap gedung-gedung dengan nilai kontrak di bawah Rp 200 miliar.
Sementara jika sudah lewat dari itu akan digarap oleh induknya. Adapun proyek -proyek yang sedang digarap perusahaan saat ini antara lain Rumh sakit di Palembang, Rumah sakit di Makassar, Gedung Pemda Sukoharjo, Gedung Inka Madium, Universitas Muhamamdiah, Gedung Telkom di Bandung, Gedung Dapem BI dan lain-lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News