kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pro kontra impor garam industri pangan


Kamis, 18 Februari 2016 / 11:09 WIB
Pro kontra impor garam industri pangan


Reporter: Adisti Dini Indreswari, Fahriyadi | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Rasa asin garam lokal produksi petani garam Tanah Air rupanya belum cukup memuaskan pengusaha industri aneka pangan. Buktinya, pelaku industri ini lebih suka impor sekalipun stok garam milik petani melimpah.

Maklum, garam produksi petani selama ini diklaim tak sesuai spesifikasi yang ditetapkan industri pangan, terutama soal kebersihan garam. Makanya, petani garam selama ini kerap tak berdaya menolak impor garam industri aneka pangan tersebut.

Jakfar Sodikin, Ketua Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (AAPGRI) mengungkapkan sejatinya garam yang digunakan industri aneka pangan adalah garam konsumsi yang selama ini diproduksi petani garam.

Namun, adanya ruang impor dalam aturan impor garam membuat industri lebih memilih garam impor.

Apalagi, dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam, industri aneka pangan masuk dalam industri yang bisa impor garam dan hal ini ditolak petani garam.

Pasalnya, industri aneka pangan hanya menggunakan garam dengan Natrium Chlorida (NaCl) maksimal 97% dan kualitas garam petani yang rata-rata 94,7% sejatinya sudah masuk kriteria. Sedangkan, industri chlor alkali plant (CAP) atau kimia dasar yang menggunakan garam dengan NaCl 99% memang masih harus impor karena petani belum bisa memproduksinya.

Berdasarkan data AAPGRI produksi garam rakyat tahun 2015 mencapai 1,8 juta ton, sedangkan kebutuhan konsumsi rumah tangga mencapai 800.000 ton dan sisanya bisa diserap oleh industri aneka pangan.

Namun, nyatanya sepanjang tahun lalu, impor garam industri mencapai 2,1 juta ton. Jika kebutuhan garam industri CAP sekitar 1,7 juta ton, maka hampir dipastikan sisa impor garam itu adalah milik industri aneka pangan.

Makanya, Jakfar minta industri aneka pangan tak dikeluarkan dari kriteria pengguna garam industri guna menekan impor garam.

Achmad Budiono, Direktur Utama PT Garam menambahkan, sebenarnya industri aneka pangan bisa menyerap garam rakyat yang sudah diolah industri garam konsumsi. Dia menyebut, dari kebutuhan industri aneka pangan sebesar 340.000 ton setahun, telah diproduksi sebanyak 420.000 ton garam olahan untuk industri tersebut.

Achmad bilang, kelemahan yang terjadi selama ini adalah petani rakyat kerap enggan memproses pencucian garam sehingga industri aneka pangan lebih memilih impor yang biayanya lebih murah ketimbang menyerap garam petani dan kemudian mencucinya.

Yugi Prayanto, Wakil Ketua Kadin bidang Kelautan dan Perikanan mendukung jika industri aneka pangan tak lagi impor sebab saat ini stok garam melimpah. "Industri harus mau memproses garam petani ini agar sesuai spesifikasi sehingga bisa mengurangi impor," katanya.

Sjarif Widjaja, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan agar industri aneka pangan keluar dari daftar pengguna garam industri jika beleid impor garam direvisi nantinya.

Adhi S. Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan, selama ini, industri bukan berniat tidak mau menyerap garam rakyat. Tapi, fakta di lapangan menunjukkan, garam rakyat memang tidak memenuhi ketentuan industri, seperti kadar air dalam garam petani yang sekitar 4% atau lebih tinggi dari syarat industri sebesar 0,5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU

[X]
×