kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produk tidak berkualitas makin banyak


Selasa, 15 Januari 2013 / 10:44 WIB
Produk tidak berkualitas makin banyak
ILUSTRASI. Pendaftaran Beasiswa Santri MI, MTs, dan MA Baznas 2021 sudah dibuka, ini kriterianya.


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. Peredaran produk tidak berkualitas makin marak saja. Seperti belum layak standardisasi alias standar nasional Indonesia (SNI), tidak ada label, atau buku panduan produk serta kartu  garansi tidak ada. Berdasarkan hasil pengawasan Kementrian Perdagangan, tahun lalu  ada  621 unit produk yang melanggar. Sekitar 61% atau 380 produk impor dan sisanya, yakni 241 produk adalah produk domestik.

Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nus Nuzulia Ishak mengatakan sanksi telah diberikan ke pelaku usaha yang terbukti melanggar. Mulai dari sanksi administratif sampai, "Sampai pelaku harus menarik ulang produk dari peredaran," katanya kepada KONTAN di kantornya, kemarin (14/1).

Saat ini sudah ada beberapa produk tidak berstandardisasi dilarang beredar. Mulai dari produk elektronik seperti lampu hemat energi (LHE), baja tulangan beton, kipas angin, penanak nasi, hingga tepung terigu. "Kebanyakan produk impor dari Cina," timpalnya.

Jika pelaku usaha masih membandel, sanksi akan berlanjut ke ranah hukum. BIla mengacu ke Undang-Undang No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen di pasal 62 disebut pelaku usaha dapat dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana denda sebesar Rp 2 miliar bila mengedarkan produk yang merugikan konsumen.  

Saat ini ada  sekitar 13 pelanggaran produk yang semuanya produk impor tengah menjalani proses hukum.
Dari temuan Kemdag tahun lalu, jenis pelanggaran yang terbanyak adalah pada label yang tidak memberi keterangan soal produk yang bersangkutan. Jumlahnya ada 270 produk. Berikutnya adalah produk yang tidak menyertakan SNI. Yakni sebanyak 207 produk (lihat tabel).
Harus kritis

Masih ada lagi pelanggaran lainnnya. Yaitu tidak tersedianya buku panduan manual produk dan kartu garansi, serta jaringan distribusi dari produk yang bersangkutan.

Menurut Nuzulia, pelanggaran di 2012  makin besar dibandingkan 2011 lantaran tingkat volume impor tahun lalu sangat tinggi. "Di mata banyak negara, Indonesia itu seksi, karena ada 245 juta konsumen dengan pendapatan per kapita yang meningkat," ujarnya.

Ia menambahkan, pelanggaran terjadi akibat ketidak tahuan konsumen akan hak dan kewajiban mereka. Dari hasil penelitian Badan Perlindungan Konsumen, hanya 11% konsumen yang mengetahui hak dan kewajiban yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.

Misalnya, ada produk lampu yang harganya cuma Rp 5.000 atau Rp 6.000 per buah. Padahal, standar harganya sekitar Rp 15.000 atau Rp 16.000 per buah.

Selama lima tahun terakhir, ada sekitar 3.949 pengaduan konsumen yang diterima beberapa lembaga perlindungan konsumen.
Untuk mencegah maraknya peredaran barang yang tak sesuai dengan perlindungan konsumen, Kemdag akan terus gencar melakukan inspeksi ke lapangan. Saat ini ada sekitar 838 penyidik dan pengawas di seluruh Indonesua yang siap mengawasi adanya pelanggaran produk non pangan.

Cara lainnya adalah dari konsumen itu sendiri. Ia berharap konsumen kritis. Seperti mengecek kondisi produk, apakah ada label, ber-SNI dan ada buku panduan serta bergaransi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×