kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Produksi Gurami tahun ini dibayang-bayangi serangan virus


Senin, 07 Februari 2011 / 07:55 WIB
Produksi Gurami tahun ini dibayang-bayangi serangan virus
ILUSTRASI. KreditPintar


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina |

JAKARTA. Pembudidayaan ikan gurami nasional pada 2011 terancam oleh virus. Saat ini, wabah menyerang sentra budidaya nasional terutama di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Ketut Sugama, Pelaksana Tugas (plt) Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan virus-virus tersebut sudah mulai menyerang sejak pertengahan tahun 2010 lalu. "Ini berpotensi menghambat produksi ikan gurami," ujar Ketut kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Virus dan penyakit yang menyerang gurami itu ada beberapa macam, seperti noda virus, dactylogyrus dan gryodactylus. Noda virus sebenarnya bukan varian virus yang baru ditemukan. Virus ini sudah sejak lama ditemukan menyerang ikan baik yang dibudidayakan di air tawar maupun di laut. Noda virus biasanya menyerang otak, mata dan saraf tulang belakang ikan. Efeknya, ikan gurami yang terserang menjadi disorientasi dan stres. "Gurami jadi sering melamun yang akhirnya bisa mati," kata Ketut.

Berbeda dengan noda virus, dactylogyrus merupakan cacing parasit yang tumbuh akibat kualitas air tambak yang buruk dan kurangnya pemberian pakan. Virus ini biasanya menyerang insang guram yang kemudian membuat nafsu makan gurami menurun. Gurami juga sering terlihat berbaring dengan posisi insang terbuka. Sedangkan gyrodactylus adalah virus yang menyerang bagian sirip ikan. Seperti halnya dactylogyrus, virus ini juga menurunkan nafsu makan dan membuat stres gurami.

Meski serangan virus tersebut cukup besar, Ketut optimis produksi gurami tahun ini bakal tetap naik menembus angka 75.000 ton. Target awal produksi gurami tahun 2011 sebenarnya hanya 40.300 ton. Namun, KKP merevisi target tersebut menjadi 75.000 ton, didasarkan realisasi produksi tahun 2010. Tahun lalu produksi gurami sebanyak 74.912 ton, melampaui target awal sebanyak 40.300 ton. "Kami yakin hal yang sama bakal terjadi tahun ini, karena itu kami tingkatkan targetnya," kata Ketut.

Untuk mencapai target itu, KKP telah membuat program untuk menggenjot produksi sekaligus mengatasi serangan virus. Ketut bilang pihaknya telah membangun Kampung Gurami di Banyumas, Jateng. Banyumas adalah sentra utama yang menopang kebutuhan gurami nasional. Nantinya, KKP bakal menggalakkan riset, eksperimen dan pembenihan di sana yang kemudian hasilnya bakal disebar ke seluruh sentra produksi. "Kita ingin produksi gurami tidak hanya di Banyumas," tandas Ketut.

Berkenaan dengan upaya mengatasi serangan virus, KKP terus memperbarui teknik pengelolaan kolam. KKP terus mengedukasi pembudidayaan gurami agar membersihkan kolam secara teratur dan mengatur temperatur air agar dapat mencegah penyebaran virus dalam skala yang lebih luas.

Upaya lain adalah dengan mengganti induk gurami. Ketut bilang pihaknya akan mengganti seluruh induk gurami di seluruh sentra budidaya. Induk gurami yang terdahulu biasanya sudah terinfeksi virus, sehingga sangat berisiko jika terus digunakan. "Kalau diganti yang baru, pasti bakal menurunkan penyebaran virus di kolam gurami," tandas Ketut.

Thomas Dharmawan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), mengatakan produksi gurami memang harus terus digenjot untuk menopang permintaan yang terus meningkat.

Menurutnya, peningkatan permintaan ini ditopang oleh pertumbuhan restoran dan warung makan bernuansa daerah yang kian menjamur akhir-akhir ini. "Mereka biasanya membutuhkan gurami dalam keadaan segar atau bahkan masih hidup," ujar Thomas, kepada KONTAN, (6/1).

Komposisi gurami untuk ekspor, lanjut Thomas, sejauh ini terbilang minim akibat harganya yang lebih mahal dibanding dengan negara lain seperti Vietnam dan Filipina. Thomas bilang harga pakan yang tinggi di Indonesia menjadi penyebab tidak kompetitifnya harga gurami di pasar ekspor.

Sekedar informasi, harga pakan gurami di Indonesia bisa mencapai Rp 7.000 per kilogram (kg). Padahal, harga pakan di Vietnam dan Filipina hanya sekitar Rp 4.000-Rp 5.000/kg. Akibatnya, permintaan gurami asal Indonesia di pasar ekspor cenderung rendah. "Wajar saja jika pengusaha lebih memilih menjual gurami di dalam negeri ketimbang mengekspornya," tandas Thomas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×