Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan saat ini hasil produksi mixed hydroxide precipitate (MHP) sebagai salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik masih dijual seluruhnya ke luar negeri.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Taufik Bawazier untuk industri nikel berbasis hidrometalurgi sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik baru mencapai MHP.
“Kapasitas produksi MHP sebesar 915.000 ton per tahun. MHP dari dalam negeri diekspor semua, tetapi tidak tahu angkanya, yang jelas diekspor,” jelasnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (8/6).
Namun sayang, Taufik tidak bisa membeberkan ke negara mana saja MHP tersebut dijual.
Baca Juga: Kebutuhan Nikel untuk Baterai Kendaraan Listrik Capai 59.000 Ton
Taufik mengemukakan, produksi MHP tersebut belum bisa terserap di dalam negeri. Permintaan MHP di dalam negeri erat kaitannya dengan pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik di Tanah Air.
“Sebanyak 951.000 MHP yang sudah diproduksi bisa dimanfaatkan paling tidak setelah pabrik baterai kita cukup kuat, kita bisa supply bahan baku nasional ke dalam eksosistem EV di dalam negeri,” ujarnya.
Berdasarkan hitungan Kementerian Perindustrian, kebutuhan nikel untuk baterai kendaraan listrik di 2025 dibutuhkan 25.133 ton, kemudian di 2030 sebesar 37.699 ton, dan di 2035 sebanyak 59.506 ton.
Perhitungan ini berdasarkan aturan praktis atau rule of thumb, daya baterai yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik roda dua sekitar 1,44 KWh dan kendaraan listrik roda empat 60 KWh. Adapun masing-masing KwH dibutuhkan nikel sekitar 0,7 kg, Mangan 0,096 kg, dan Kobalt 0,096 kg.
“Semua bahan baku ada di Indonesia sekitar 93%, di mana 7% lithium perlu impor. Jadi di sini kita perlu membalikkan situasi harus bangun di dalam negeri penguatan kemampuan dalam negeri karena punya bahan baku itu semua,” tegasnya.
Baca Juga: Dari 34 Smelter Nikel yang Beroperasi, Baru 4 Smelter Masuk Hilirisasi
Adapun untuk meningkatkan kapasitas bahan baku baterai EV ini, Indonesia juga harus masuk memproduksi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Dengan demikian, rangkaian pasokan untuk eksosistem baterai bisa lengkap dan bisa diintegrasikan di dalam negeri.
Taufik menyatakan, saat ini sudah ada ada 4 perusahaan yang masuk hilirisasi di mana 3 smelter sudah beroperasi yakni milik PT Huayue Nickel Cobalt, PT QMB New Energy Material, PT Halmahera Persada Lygend. Sedangkan smelter nikel milik PT Kolaka Nickel Indonesia sedang dala proses feasibility studies.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News