Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat hingga 31 Juli 2018 produksi minyak baru mencapai 773.000 barel per hari (bph). Jumlah itu masih di bawah target APBN 2018 sebesar 800.000 bph.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher menyebutkan, pencapaian produksi minyak tersebut disebabkan oleh adanya penurunan laju produksi atau decline rate yang tidak bisa dicegah. Apalagi mayoritas lapangan minyak dan gas di Indonesia merupakan lapangan migas yang sudah berusia tua, yakni berusia 70 tahun hingga 80 tahun.
"Secara umum, decline rate sumur yang ternyata lebih tinggi, di luar ekspektasi. Semakin lama beroperasi, tingkat decline rate semakin tinggi. Khususnya untuk crude, kandungan air atau watercut makin tinggi," ujar dia kepada KONTAN, Jumat (10/8).
Menurut Wisnu, jika tidak ada upaya untuk mengurangi decline rate, maka penurunan produksi di lapangan-lapangan migas saat ini bisa mencapai sekitar 25% hingga 30%. Bahkan decline rate di beberapa lapangan migas bisa mencapai 40%.
Wisnu memprediksi, produksi minyak hingga akhir 2018 hanya 775.000 bph. Dus, SKK Migas bersama kontraktor terus melakukan berbagai upaya, misalnya pengeboran sumur, workover, hingga pemeliharaan sumur dan fasilitas untuk menekan laju penurunan produksi. "Upaya-upaya itu hanya bisa menekan hingga di level 3%-4 %," kata dia.
Selain masalah decline rate, penurunan produksi juga terjadi karena pemeliharaan fasilitas produksi sehingga membuat beberapa lapangan berhenti berproduksi. "Namun tidak lama dan bisa cepat selesai, dan produksi berjalan lagi," imbuh Wisnu.
Selain itu, ada juga gangguan fasilitas produksi di beberapa blok migas besar seperti Blok Rokan milik PT Chevron Pasific Indonesia dan Blok ONWJ milik PHE ONWJ.
"Di semester pertama, masih terdapat beberapa gangguan fasilitas produksi, contohnya di Rokan dan ONWJ. Namun kami segera atasi hal tersebut, namun tentu butuh waktu untuk berproduksi kembali pulih," kata Wisnu.
Dengan faktor-faktor penurunan produksi itu, SKK Migas masih akan berupaya untuk meningkatkan kegiatan workover dan pemeliharaan sumur. Selain itu, SKK Migas berupaya memastikan proyek-proyek yang ditargetkan onstream tahun ini bisa selesai tepat waktu.
Ada pula mengupayakan waktu pemeliharaan fasilitas yang sudah terjadwal sebelumnya (planned) bisa selesai lebih cepat, sehingga meminimalkan gangguan operasional. "Secara teknis, kami mengembangakn dengan selektif dan optimal," ujar Wisnu.
Upaya peningkatan produksi seperti pengeboran, workover, pemeliharaan sumur harus hati-hati agar tak menganggu cadangan migas. "Khususnya untuk crude, yang bisa mempengaruhi kandungan air meningkat. Keandalan fasilitas produksi juga menjadi perhatian khusus kami," ungkap Wisnu.
Meski produksi minyak turun, SKK Migas masih bernafas lega karena produksi gas nasional mencapai 1,3 juta barrel oil equivalent per day (boepd) per 31 Juli 2018. Angka ini di atas target 2018 sebesar 1,2 boepd. Hingga akhir 2018, produksi gas diprediksikan 1,1 juta boepd.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News