Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri karet nasional mengalami tekanan yang tidak bisa dianggap remeh seiring tren penurunan produksi komoditas tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Erwin Tunas mengungkapkan, produksi karet alam di Indonesia telah menurun sejak 2018 sampai sekarang. Bila pada 2017 produksi karet nasional mencapai 3,68 juta ton, maka pada 2023 diperkirakan hanya mencapai 2,44 juta ton.
"Selama 6 tahun terakhir telah terjadi penurunan produksi karet sebesar 1,24 juta ton," kata dia, Jumat (19/1) malam.
Subsektor yang paling terdampak oleh penurunan produksi karet alam di Indonesia adalah pabrik pengolahan karet yang mengolah bahan baku karet dari perkebunan menjadi crumb rubber (SIR). Akibatnya, saat ini utilisasi pabrik-pabrik crumb rubber telah berkurang hingga di bawah 50%.
Baca Juga: Tanaman Keberuntungan yang Membawa Energi Positif di Rumah, Ini Rekomendasinya!
Gapkindo mencatat, dalam 6 tahun terakhir (2018-2023) terdapat 48 pabrik crumb rubber yang gulung tikar. Dari total 152 pabrik di awal periode tersebut, saat ini tinggal 104 pabrik yang beroperasi di Tanah Air.
Penyebab utama penurunan produksi karet nasional dalam beberapa tahun terakhir adalah laju konversi tanaman karet ke tanaman lain, adanya penyakit gugur daun Pestalotiopsis sp, kurangnya tenaga penyadap, usia pohon karet yang mayoritas sudah tua, dan harga karet yang relatif rendah.
Gapkindo mengusulkan sejumlah program untuk mendongkrak produktivitas kebun karet di dalam negeri. Salah satunya adalah diplomasi dengan sesama negara produsen karet untuk memperjuangkan harga karet yang renumeratif bagi para pekebun. Selain itu, Gapkindo juga menggalakkan penanaman kembali (replanting) dengan bibit unggul dan penerapan pola agroforestry, sehingga produktivitas kebun karet meningkat.
"Kami juga mendorong peningkatan konsumsi karet dalam negeri melalui pengembangan hilirisasi dan produk derivatif karet untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan karet, sehingga harga karet dapat lebih baik," jelas dia.
Baca Juga: La Nina Diprediksi Muncul Tahun Ini, TAPG Ungkap Pengaruhnya ke Produktivitas Sawit
Sekadar catatan, Gapkindo menyebut konsumsi karet yang berasal dari produksi dalam negeri berada di kisaran 600.000 ton per tahun. Alhasil, sebagian besar hasil produksi karet nasional ditujukan ke pasar ekspor.
Memasuki tahun 2024, Gapkindo tetap menyimpan asa bahwa produktivitas kebun karet Indonesia akan meningkat. Hal ini sejalan dengan laporan berkurangnya serangan penyakit gugur daun Pestalotiopsis sp dan ekspektasi berakhirnya laju konversi kebun karet.
"Produksi karet diharapkan dapat meningkat di atas 2,6 juta ton," kata Erwin.
Potensi permintaan karet di dalam negeri pada tahun ini tetap diperkirakan sekitar 600.000 ton. Adapun peluang ekspor masih terbuka ke beberapa negara tujuan utama seperti Jepang, China, India, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Baca Juga: Kawal Mutu Ekspor Karet Konvensional,Dirjen PKTN Sahkan BukuContoh Karet Konvensional
Lebih lanjut, Gapkindo menyebut produk karet dan turunannya yang hendak diekspor ke pasar Uni Eropa pada 2024 perlu memenuhi Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa (EUDR). Dalam regulasi ini, operator yang mengekspor barang ke Uni Eropa diminta mempersiapkan data geolokasi dari sumber bahan baku. Kebijakan ini efektif berlaku per 1 Januari 2025.
Beleid ini bisa mempengaruhi kelangsungan industri karet nasional, apalagi 92% produksi karet di Indonesia berasal dari perkebunan rakyat. Erwin bilang, untuk tetap bisa mengekspor karet ke Uni Eropa, maka diperlukan bantuan pemerintah menyiapkan data base dari geolokasi (titik koordinat atau polygon) dari perkebunan rakyat yang disertai dengan penerapan metode ketelusuran (traceability).
Dihubungi terpisah, Managing Director PT Bridgestone Tire Indonesia Mukiat Sutikno mengatakan, sejauh ini pasokan karet untuk keperluan produksi ban Bridgestone cukup terjaga. Walau demikian, Bridgestone terus mencermati dinamika industri karet nasional, mengingat karet merupakan komponen utama pembuatan berbagai jenis ban.
"Dampaknya akan negatif ke industri ban jika pasokan karet terlambat," imbuh dia, Jumat (19/1).
Baca Juga: APBI Gandeng Pertamina dan Kemenperin dalam Pemberdayaan Perkebunan Karet Nasional
Dia menambahkan, jika pasokan karet di dalam negeri melambat, Bridgestone terpaksa harus melakukan impor terhadap komoditas tersebut yang tentu membutuhkan biaya tidak sedikit. Imbasnya, ban Bridgestone yang diproduksi di Indonesia menjadi kurang kompetitif dari sisi harga, baik ketika di jual di pasar domestik maupun di pasar ekspor.
Pihak Bridgestone pun berharap pemerintah dapat terus membantu menjaga kestabilan pasokan karet di dalam negeri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri belum bisa berkomentar banyak terkait dampak penurunan produksi karet terhadap industri alas kaki di Tanah Air. Namun, ia mengklaim saat ini industri alas kaki tidak terlalu bergantung pada bahan baku yang berasal dari karet alam.
"Bahan baku alas kaki sekarang sudah sangat bervariasi," tandas dia, Minggu (21/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News