Reporter: Yudo Widiyanto | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Makin terjepit saja nasib produsen makanan minuman di dalam negeri. Setelah terancam lonjakan harga bahan baku, kini mereka menghadapi banjir makanan impor ilegal.
Sribugo Suratmo, Wakil Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengatakan, impor makanan dan minuman ilegal mulai marak belakangan ini. "Tahun lalu, impor ilegal sudah mencapai 10%-15% dari total produk yang beredar. Tahun ini mungkin sama dengan tahun lalu," kata Sribugo, Senin (17/1).
Masuknya produk impor ilegal itu menggunakan beberapa modus. Modus yang paling sering adalah dengan mencamtumkan tanda registrasi makanan luar (ML) berbentuk stiker. Namun, produk-produk tersebut tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Lalu ada juga yang menggunakan modus dengan menempelkan logo halal. Namun, logo tersebut diterbitkan oleh lembaga sertifikasi halal yang tidak terikat kerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurut Sribugo, produk ilegal tersebut masuk dan beredar di pasar resmi. "Makanan ilegal kalau sudah masuk ke pasar resmi sangat sulit menindaknya," kata Sribugo.
Menurut Sribugo, impor ilegal itu kebanyakan masuk lewat pelabuhan Dumai, Riau dan sekitarnya. Selain itu, ada juga yang melalui pelabuhan-pelabuhan kecil di daerah perbatasan, seperti di Pontianak, Kalimantan Barat. "Kalau Tanjung Priok pengawasannya ketat," katanya.
Berdasarkan penelusuran Gapmmi, produk ilegal itu banyak beredar di sejumlah pasar tradisional, seperti di Semarang, Solo dan Yogyakarta. Produk tersebut umumnya berbentuk biskuit dan kacang-kacangan.
Ketua Umum GAPMMI, Adhi S Lukman bilang, impor produk makanan dan minuman resmi tahun lalu mencapai US$ 190 juta. Jumlah ini naik 22% dibanding impor tahun 2009. Makanan dan minuman impor itu kebanyakan berasal dari Malaysia, China, Thailand, Singapura dan Amerika Serikat. "Jadi produk impor yang resmi pun sudah sangat tinggi, dan ini mulai menjadi ancaman bagi industri dalam negeri," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News