Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui proyek-proyek migas yang melibatkan Rusia mengalami gangguan imbas dari eskalasi perang Rusia-Ukraina yang terjadi sejak awal 2022 lalu.
“(proyek) Memang terganggu tapi Rusia masih ada di sana. Terus bagaimana kita memutuskan siapa yang lanjutkan? Kita juga harus realistis siapa tahu baikan lagi. Kadang-kadang musuhan, musuhannya seru bertemannya juga seru,” jelas Menteri ESDM, Arifin Tasrif ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (25/6).
Salah satu proyek migas yang kena imbas perang Rusia-Ukraina ialah Blok Tuna. Dalam catatan Kontan.co.id sebelumnya, pengembangan Blok Tuna yang berada di Pulau Natuna belum bisa berjalan.
Baca Juga: Menteri ESDM Buka Opsi Terminasi Kontrak IDD Jika Tak Ada Kejelasan hingga Juli
Premier Oil Tuna BV selaku anak usaha Harbour Energy Group sebagai operator terkena sanksi Uni Eropa dan Inggris karena bermitra dengan BUMN Rusia, Zarubezhneft. Sanksi ini merupakan respon invasi Rusia ke Ukraina sejak awal tahun lalu.
BUMN Rusia Zarubezhneft melalui anak usahanya ZN Asia Ltd mengempit 50% hak partisipasi proyek Lapangan Tuna, adapun 50% dimiliki oleh Harbour Energy.
Di dalam laporan tahunan 2022 Harbour Energy menyampaikan, setelah Pemerintah Indonesia menyetujui rencana pengembangan lapangan Tuna di Desember lalu, pihaknya belum bisa menyampaikan kemajuan atas pengembangan blok ini.
Pada laporannya, manajemen Harbour Energy menyatakan kemajuan lebih lanjut dipengaruhi oleh sanksi Uni Eropa dan Inggris yang membatasi kemampuan sebagai operator untuk menyediakan layanan tertentu kepada mitra Rusia dalam lisensi Tuna.
Baca Juga: Pertamina Teken Kontrak Baru dengan Sonatrach dan Repsol di Aljazair
“Kami bekerja dengan mitra kami untuk mencapai solusi yang memungkinkan kami untuk memajukan proyek pada tahun 2023,” ujarnya dalam laporan tahunan tersebut.
Menteri ESDM berharap rencana pengembangan alias plan of development (PoD) WK Tuna dapat segera berjalan.
“POD yang di Blok Tuna cari alternatif lain dari Harbour Energy. Mereka sementara menunggu proses pengalihan tentu mereka harus berizin dulu,” ujar Arifin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News