Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun 2020 lalu hanya ada satu penambahan smelter baru yang beroperasi. Padahal, pemerintah menargetkan ada dua smelter baru yang bisa beroperasi. Namun, proyek smelter PT Aneka Tambang Tbk atau Antam (ANTM) kembali molor lantaran masih terkendala pasokan listrik.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menjelaskan, smelter baru yang beroperasi pada tahun lalu adalah PT Weda Bay Nickel. Kapasitas smelter yang berlokasi di Halmahera Tengah, Maluku Utara ini memproduksi Ferronickel sebanyak 300.000 ton per tahun.
"Hanya satu (tambahan smelter baru pada tahun lalu), Weda Bay Nickel. Untuk (smelter) Antam di Maluku Utara terkendala terkait power supply, walaupun progres kemajuan smelternya sudah di atas 98%," terang Yunus kepada Kontan.co.id, Senin (4/1).
Dia menerangkan, Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH) Antam rencananya memiliki kapasitas produksi sebanyak 64.655 ton per tahun. Menurut Yunus, Kementerian ESDM sudah memfasilitasi Antam dan PT PLN (Persero) untuk memenuhi kebutuhan listrik smelter tersebut.
Nota kesepahaman (MoU) pun sudah ditandatangi antara Antam dan PLN. "Namun hingga saat ini belum terjadi kesepakatan harga antara kedua belah pihak," sambung Yunus.
Baca Juga: RI jadi negara pertama di dunia yang miliki industri baterai mobil listrik hulu-hilir
Dia pun belum bisa memastikan kapan smelter feronikel Antam ini bisa beroperasi. Yang pasti, merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id, Direktur Utama Antam Dana Amin menyampaikan, saat ini pihaknya masih menjalin kerja sama dengan PLN untuk memastikan ketersediaan listrik di smelter feronikel di Haltim.
“Harapannya bisa segera disepakati kontrak jual-beli listrik, sedangkan pembangkitnya butuh waktu pengerjaan satu tahun,” ujar dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) DPR RI, Selasa (29/9) lalu.
Berdasarkan materi paparan MIND ID, induk usaha Antam, penyediaan listrik di smelter feronikel tersebut targetnya akan tercapai di bulan Februari 2021 mendatang. Pada tahun ini pula proyek smelter tersebut rampung dan beroperasi secara komersial.
Proyek ini sebenarnya sudah dimulai sejak 2017 dan memakan waktu pengerjaan konstruksi selama 30 bulan. Awalnya smelter ini ditargetkan rampung pada tahun 2019 lalu. Adapun, investasi untuk smelter feronikel ini membutuhkan biaya sebesar Rp 4,03 triliun.
53 Smelter di 2024
Secara keseluruhan, dengan tambahan satu smelter baru dari PT Weda Bay Nickel, Yunus menjelaskan bahwa sampai dengan Desember 2020 smelter yang sudah beroperasi sebanyak 18 unit. Terdiri dari smelter nikel sebanyak 12 unit, smelter bauksit (2 unit), smelter besi (1 unit), smelter tembaga (2 unit), dan smelter mangan (1 unit).
Hingga tahun 2024, direncanakan ada tambahan 35 unit smelter lainnya yang akan terbangun dan beroperasi. Sehingga total akan ada 53 smelter pada tahun 2024.
Sebenarnya, sambung Yunus, hampir seluruh sisa proyek smelter tersebut ditargetkan selesai pada akhir tahun 2021 ini. Namun, rencana tersebut disusun sebelum ada kendala pandemi covid-19.
Dengan adanya pandemi, perusahaan pun bisa melakukan penyesuaian target pembangunan smelternya. Hingga sekarang, pemerintah pun masih melakukan evaluasi, sehingga belum bisa dipastikan berapa tambahan smelter baru yang bisa beroperasi pada tahun ini. "Jadi belum bisa diketahui targetnya 2021, karena hampir semua bergeser," jelas Yunus.
Meski ada sejumlah proyek yang melakukan penyesuaian target pengerjaan dan operasional, namun Yunus menegaskan bahwa pemerintah masih berpegang pada ketentuan di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Minerba dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2020.
Sehingga, pengerjaan proyek smelter tetap harus diselaraskan dengan ketentuan tersebut, yang mana batas akhir ekspor produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan berlaku sampai dengan Juni 2023. Sehingga pada tahun 2024 diharapkan seluruh smelter bisa terbangun dan produk mineral bisa seluruhnya diolah di dalam negeri.
"Paling lama 3 tahun sejak UU No. 3 Tahun 2020 berlaku (ekspor mineral logam tertentu yang belum dimurnikan). Targetnya 53 smelter termasuk yang sudah ada 18 smelter (eksisting), target sesuai UU Minerba," pungkas Yunus.
Selanjutnya: Gandeng LG, Indonesia segera miliki pusat industri sel baterai kendaraan listrik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News