Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Smelter nikel milik PT Ceria Nugraha Indotama (Ceria Group) di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, bersiap memasuki tahapan commissioning atau uji operasi dalam waktu dekat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan bahwa proyek smelter nikel Ceria ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
"Saya melihat kemajuan fisik proyek smelter dari Ceria. Kita harapkan bahwa mechanical compression bisa selesai pada Oktober dan dapat commissioning di akhir tahun ini," ujar Arifin dalam siaran pers, Rabu (3/7).
Baca Juga: Ceria Group dan PLN Teken Kerjasama Pemanfaatan Renewable Energy Certificate
Proyek smelter ini menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan satu jalur produksi (1 x 72 MVA) untuk mengolah bijih nikel saprolit pada tahap awal. Ke depannya, akan dibangun empat jalur produksi (4 x 72 MVA) secara bertahap dengan kapasitas produksi mencapai 252.700 ton per tahun.
Smelter tersebut akan mendapatkan pasokan listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan total kapasitas 414 MVA (352 MW) sesuai dengan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL). Pasokan listrik akan mulai dialirkan secara bertahap pada tahun ini.
Lebih lanjut, Arifin menekankan bahwa pemerintah berharap pelaku industri pemurnian mineral dapat mengembangkan ekosistem untuk produk akhir elektrifikasi. Hal ini penting karena Indonesia memiliki sumber daya mineral yang sangat berharga.
"Kita harus mengantisipasi bagaimana industri dalam negeri bisa berkembang. Cita-cita kita adalah elektrifikasi bisa tercapai. Nikel ini tentu saja berada di poros baterai NCM (Nikel Cobalt Mangan). Kita memiliki nikel, kemudian limonit yang juga memiliki kandungan kobalt yang signifikan, serta sumber mangan di Nusa Tenggara Timur. Semua ini harus kita integrasikan," tambah Menteri Arifin.
Baca Juga: Bahlil: Indonesia Negara Pertama yang Punya Ekosistem Baterai EV dari Hulu ke Hilir
Sementara itu, CEO Ceria Group, Derian Sakmiwata, mengungkapkan bahwa smelter RKEF Ceria jalur 1 akan beroperasi dalam dua hingga tiga bulan ke depan. "Ukuran furnace-nya 72 MVA, yang nanti akan mengolah mineral mentah sebesar 1,4 juta metrik ton per tahun dengan kadar 1,59," jelasnya.
Derian menyebutkan, ini merupakan langkah awal bagi Ceria, dengan target membangun empat jalur RKEF secara bertahap, serta membangun smelter dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching). Seluruh aktivitas industri Ceria berpedoman pada kaidah Environment, Social and Governance (ESG).
"Saat ini, Ceria juga aktif menerapkan IRMA (Initiative for Responsibility Mining Assurance). Ini adalah cara Ceria untuk meningkatkan pola operasi dengan lebih memperhatikan aspek lingkungan dan sosial secara lebih mendetail, guna mencegah bahaya-bahaya historis yang bisa terjadi lagi dan mencegah bahaya-bahaya yang akan datang," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News