Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi bisnis dan keuangan PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) tengah tertekan pandemi virus corona (covid-19). Namun, di saat yang bersamaan, perusahaan setrum plat merah ini harus membayar kewajiban utang jatuh tempo sekitar Rp 35 triliun.
Oleh sebab itu, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan pihaknya tengah melakukan pendekatan kepada kreditor atau perbankan supaya bisa melakukan reprofiling utang. Dengan begitu, PLN berharap pokok utang yang seharusnya dibayarkan pada tahun ini bisa mengalami pergeseran.
"Kami saat ini sedang melakukan pendekatan terhadap bank-bank untuk melakukan reprofiling daripada pokoknya. Jadi kami mencoba, kalau ada pokok utang yang jatuh tempo di tahun 2020 ini, kami meminta untuk reprofiling ke tahun berikutnya," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR yang digelar secara virtual, Rabu (22/4).
Baca Juga: Terdampak virus corona, PLN ajukan perubahan rencana kerja
Tak hanya kepada perbankan, PLN pun meminta keringanan terhadap kewajiban yang harus ditunaikan pada pemerintah, seperti Subsidiary Loan Agreement (SLA). "Kami juga bicara dengan Kemenkeu, apabila kewajiban kami kepada pemerintah terkait dengan SLA, kami pun akan memohon untuk meringankan beban kami tersebut," sambung Zulkifli.
Pandemi virus corona dan dampak yang ditimbulkannya, seperti penurunan konsumsi listrik serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah membebani kondisi keuangan PLN. Zulkifli menjelaskan, setiap kurs rupiah terhadap dolar AS melemah Rp 1.000, maka beban PLN bisa membengkak Rp 9 triliun terhadap kewajiban-kewajiban yang harus dibayar PLN. Apalagi, porsi utang valuta asing PLN sangat dominan, yakni sekitar 70%.
Di tengah tekanan kondisi saat ini, PLN pun berharap adanya pembayaran utang kompensasi tagihan listrik dari pemerintah. Pasalnya, utang kompensasi pemerintah terhadap PLN mencapai sekitar Rp 48 triliun, dengan rincian Rp 23 triliun piutang kompensasi untuk tahun 2018, dan Rp 25 triliun untuk tahun 20219.
"Utang pemerintah ke kami itu merupakan utang kompensasi. Namun yang 2019 itu masih proses audit BPK," ungkap Zulkifli.
Saat ini, sambungnya, PLN sedang menyiapkan permohonan agar piutang tersebut dapat segera dibayarkan. PLN berharap, pemerintah melalui Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan berkoordinasi supaya piutang tersebut segera dibayarkan kepada PLN.
"Kami sedang mempersiapkan untuk memohon kiranya pemerintah berkoordinasi agar piutang pemerintah ke kami untuk dipertimbangkan bisa segera dibayar,” harap Zulkifli.
Baca Juga: Dirut PLN: Kami akan minta tunda bayar utang ke bank yang jatuh tempo tahun ini
Pada kesempatan yang sama, Komisi VII DPR Ri juga mendorong pemerintah agar segera membayarkan kompensasi kepada PLN untuk tahun 2018 dan 2019. Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno juga mengungkapkan, pihaknya juga mendorong PLN untuk dapat menjajaki peluang pendanaan melalui Komite Stabilias Sistem Keuangan (KSSK).
"Komisi VII mendorong Dirut PLN untuk menjajaki peluang pendanaan melalui KSSK bilamana nanti dibutuhkan untuk mengatasi defisit cash flow di PLN," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News